Rabu, 31 Agustus 2016
Unduh Aplikasi Pembuat Jadwal Pelajaran Terbaru
Aplikasi Pembuat Jadwal Pelajaran Terbaru - Aplikasi pembuat jadwal pelajaran terbaru dengan banyak fitur menarik yang tentunya sangat memudahkan Bapak/Ibu Guru dalam proses pengerjaan jadwal mata pelajaran.
Dalam aplikasi ini sistem penyusunan jadwal pelajaran sangat efektif dan mudah untuk pengerjaanya,fitur menarik dalam aplikasi pembuat jadwal pelajaran, aplikasi pembuatan jadwal pelajaran gratis, aplikasi pembuat jadwal pelajaran dengan excel, aplikasi pembuat jadwal pelajaran sekolah gratis, aplikasi pembuat jadwal pelajaran otomatis, aplikasi membuat jadwal pelajaran, aplikasi pembuatan jadwal pelajaran smp ini dapat di atur dan di susun secara terperinci sehingga tidak ada bentrok atau pun hal hal lainnya.Langsung saja silahkan unduh aplikasinya melalui link dibawah ini :
Senin, 29 Agustus 2016
Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel
Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel
Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel - Merupakan Aplikasi yang dapat di gunakan untuk mengolah nilai siswa dan cetak raport siswa kelas 3 SD Kurikulum 2013, dengan fitur sebagai berikut :
Input Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel
Input Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel
- Input Data Sekolah
- Input Data Siswa
- Input Ki dan KD
- Input K3 ( Pengetahuan )
- Input K4 ( Keterampilan )
- Rekap Nilai Siswa
- Sampul Raport
- Data Raport
- Deskripsi Raport
Report Details : Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel | ||
---|---|---|
Nama File | : | Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Kelas 3 SD Format Excel |
Format File | : | Microsoft Excel (.xlx .xlxs), |
Date Publish | : | 27 Agustus 2016 |
Ukuran File | : | 1 Mb |
Pengupload | : | Info Guru |
Kategori | : | Aplikasi, Raport, Kurikulum 2013, SD, Download |
Donwload Juga : Aplikasi Raport Kurikulum 2013 Revisi 2016 Untuk SD
Untuk Aplikasinya silahkan download file nya di tautan di bawah ini :
Jumat, 26 Agustus 2016
Download Nilai Hasil UKG 2015 Format Excel
Download Nilai Hasil UKG 2015 Format Excel
Download Nilai Hasil UKG 2015 Format Excel - UKG adalah sebuah kegiatan Ujian untuk mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi (subject matter) dan pedagogik dalam domain content Guru. Nilai UKG 2015 ini khusus untuk daerah Garut Jawa barat sedangkan untuk daerah lainnya belum ada, bagi rekan - rekan guru yang ingin mengetahui nilai UKG nya silahkan download filenya di bawah ini :
- Nilai UKG Untuk kelas Awal DOWNLOAD DISINI
- Nilai UKG Untuk kelas tinggi DOWNLOAD DISINI
- Nilai Untuk Guru Penjas DOWNLOAD DISINI
- Nilai Untuk Guru SBK DOWNLOAD DISINI
[Preview File]
Untuk yang masih belum ketemu mohon bersabar bila ada info terbaru akan admin share selanjutnya
Kamis, 25 Agustus 2016
Asal Usul Kota Malang Jawa Timur
Malang, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, dan dikenal dengan julukan kota pelajar.
Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas salurandrainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9).
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang.
Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi daerah Blitar. Dalam prasati itu tertuliskan" taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran ". Yang Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : " Di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa", Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
"Malang tempoe doeloe"
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ”Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas salurandrainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9).
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang.
Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi daerah Blitar. Dalam prasati itu tertuliskan" taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran ". Yang Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : " Di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa", Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
"Malang tempoe doeloe"
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ”Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
- Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
- Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
- Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
- Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
- 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
- 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
- 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
- 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
- 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
- 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
- Kekayaan etnis dan budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisional yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah Wayang Topeng Malangan (Topeng Malang), namun kini semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan tiga budaya (Jawa Tengahan, Madura, dan Tengger). Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada malang.
- Di kota Malang juga terdapat tempat yang merupakan sarana apresiasi budaya Jawa Timur yaitu Taman Krida Budaya Jawa Timur, di tempat ini sering ditampilkan aneka budaya khas Jawa Timur seperti Ludruk, Ketoprak, Wayang Orang, Wayang Kulit, Reog, Kuda Lumping, Sendra tari, saat ini bertambah kesenian baru yang kian berkembang pesat di kota Malang yaitu kesenian “BANTENGAN” kesenian ini merupakan hasil dari kreatifitas masyarakat asli malang, sejak dahulu sebenarnya kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat malang namun baru sekaranglah “BANTENGAN” lebih dikenal oleh masyarakat tidak hanya masyarakat lokal namun juga luar daerah bahkan mancanegara. Khusus di Malang sering diadakan pergelaran bantengan hampir setiap perayaan hari besar baik keagamaan maupun peringatan hari kemerdekaan.
- Festival tahunan yang menjadi event ikon kota juga sering diadakan setiap tahunnya. Beberapa festival kota tahunan diantaranya adalah:
- Festival Malang Kembali: Diadakan untuk memperingati HUT Kota Malang, biasa digelar pada tanggal 21 Mei. Festival ini mengusung situasi kota pada masa lalu, mengubah jalan-jalan protokol kota menjadi museum hidup selama kurang lebih 1 minggu festival ini diadakan.
- Karnaval Bunga, Karnaval Lampion: Biasa diadakan untuk merayakan hari raya imlek.
- Paris van East Java, karena kondisi alamnya yang indah, iklimnya yang sejuk dan kotanya yang bersih, Malang bagaikan kota “Paris“-nya Jawa Timur.
- Kota Wisata, kondisi alam yang elok dan menawan, bersih, sejuk, tenang dan fasilitas wisata yang memadai merupakan ciri-ciri sebuah kota tempat berlibur.
- Kota Pendidikan Internasional, situasi kota yang tenang, penduduknya ramah, harga makanan yang relatif murah dan fasilitas pendidikan yang memadai sangat cocok untuk belajar/menempuh pendidikan. Sedikitnya ada lima universitas negeri yang berdiri di Malang: Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri Malang, Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Kesehatan Malang dan puluhan atau mungkin ratusan PTS.
- Kota Militer, terpilih sebagai Kota Kesatrian. Di kota Malang ini didirikan tempat pelatihan militer, asrama dan mess perwira di sekitar lapangan Rampal, dan pada zaman Jepang dibangun lapangan terbang “Sundeng” di kawasan Perumnas sekarang, selain itu juga ada pabrik amunisi, senjata & kendaraan tempur, Pindad, di Turen, Kabupaten Malang .
- Kota Sejarah, sebagai kota yang menyimpan misteri embrio tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar seperti Tumapel, Kanjuruhan, Singosari, Kediri (Dhoho), Mojopahit, Demak dan Mataram. Di kota Malang juga terukir awal kemerdekaan Republik bahkan kota Malang tercatat masuk nominasi akan dijadikan Ibukota Negara Republik Indonesia.
- Kota Bunga, cita-cita yang merebak di hati setiap warga kota senantiasa menyemarakkan sudut kota dan tiap jengkal tanah warga dengan warna-warni bunga.
- Kota Olahraga, Banyak lahir bibit-bibit olahragawan yang berasal dari malang, yang paling terkenal dengan olah raga sepak bolanya terbukti dengan berdirinya 2 team sepak bola seperti Persema dan Arema yang mempunyai prestasi cukup baik di tingkat regional dan nasional,di tambah lagi supporter yang sangat fanatik dan atraktif Ngalamania serta Aremania.
- Kota Apel, mempunyai produksi apel yang melimpah berpusat di wilayah Kota Batu dan Poncokusumo sehingga banyak di ekspor ke dalam dan luar negeri. Disana apel diolah menjadi bermacam-macam makanan maupun minuman, Contohnya Sari apel, Keripik Apel, Manisan dll.
- Kota Susu, mempunyai produksi susu skala nasional dan internasional yang produksinya terletak di wilayah Pujon Kabupaten Malang. Susu yang didapatkan berasal dari sapi luar negeri sehingga susu yang diperoleh mempunyai kualitas bagus.
- Kota Dingin, karena memiliki letak geografis yang dikelilingi pegunungan, Gunung Arjuno, Welirang, Gunung Kawi, Gunung Bromo, Semeru.
- Kota Pelajar, karena malang memiliki banyak universitas negeri ataupun swasta yang cukup terkenal sehingga banyak orang dari luar pulau yang pindah ke Malang untuk mencari pendidikan yang lebih baik dari kota lain.
- Kota Kuliner, Di malang banyak sekali jenis makanan khas yang menggugah selera banyak wisatawan.
Asal Usul Kota Blitar Jawa Timur
Kota Blitar merupakan sebuah kota yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 167 km sebelah selatan Surabaya. Kota Blitar terkenal sebagai tempat kelahiran dan dimakamkannya presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi, Laskar PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lain.
Ikan koi yang populer di Jepang dapat dibudidayakan dengan baik di kota ini sehingga memberikan julukan tambahan sebagai Kota Koi
Kota Blitar mulai berstatus gemeente (kotapraja) pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Pada tahun itu, juga dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Samarang, Salatiga, Madioen, Malang, Soerabaja, dan Pasoeroean.
Dengan statusnya sebagai gemeente, selanjutnya di Blitar juga dibentuk Dewan Kotapradja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi sebesar 11.850 gulden dari Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara, jabatan burgemeester (wali kota) dirangkap oleh Residen Kediri.
Pada zaman pendudukan Jepang, berdasarkan Osamu Seirei tahun 1942, kota ini disebut sebagai Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km² dan dipimpin oleh seorang shi-chō.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 km². Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar berdasarkan Undang-Undang No. 18/1965. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48/1982, luas wilayah Kotamadya Blitar ditambah menjadi 32,58 km² serta dikembangkan dari satu menjadi tiga kecamatan dengan 20 kelurahan. Terakhir, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar
Pemandangan jalan menuju Stasiun Blitar pada tahun 1900-an.
Potensi pariwisata Kota Blitar tidak lepas dari nilai-nilai sejarah yang masih kental tergurat di kota yang pernah menjadi salah satu tempat berkecamukmya semangat kepahlawanan pejuang bangsa. Nama-nama besar seperti Adipati Aryo Blitar, Proklamator Bung Karno, Shodancho Suprijadi, dan lain sebagainya menjadi inspirasi yang ikut mewarnai dinamika, arah, dan kemajuan kota yang sedang tumbuh ini.
Dalam upaya membangun iklim yang kondusif, didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan, pemerintah Kota Blitar memilih sektor pariwisata sebagai primadona untuk mengembangkan ekonomi daerah. Beberapa tempat tujuan wisata yang ada di Blitar, dari waktu ke waktu kian dibenahi dan diperkaya guna meningkatkan potensi wisata di Kota Blitar.
Tempat tujuan wisata di Kota Blitar antara lain:
Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi, Laskar PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lain.
Ikan koi yang populer di Jepang dapat dibudidayakan dengan baik di kota ini sehingga memberikan julukan tambahan sebagai Kota Koi
Kota Blitar mulai berstatus gemeente (kotapraja) pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Pada tahun itu, juga dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Samarang, Salatiga, Madioen, Malang, Soerabaja, dan Pasoeroean.
Dengan statusnya sebagai gemeente, selanjutnya di Blitar juga dibentuk Dewan Kotapradja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi sebesar 11.850 gulden dari Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara, jabatan burgemeester (wali kota) dirangkap oleh Residen Kediri.
Pada zaman pendudukan Jepang, berdasarkan Osamu Seirei tahun 1942, kota ini disebut sebagai Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km² dan dipimpin oleh seorang shi-chō.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 km². Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar berdasarkan Undang-Undang No. 18/1965. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48/1982, luas wilayah Kotamadya Blitar ditambah menjadi 32,58 km² serta dikembangkan dari satu menjadi tiga kecamatan dengan 20 kelurahan. Terakhir, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar
Pemandangan jalan menuju Stasiun Blitar pada tahun 1900-an.
Potensi pariwisata Kota Blitar tidak lepas dari nilai-nilai sejarah yang masih kental tergurat di kota yang pernah menjadi salah satu tempat berkecamukmya semangat kepahlawanan pejuang bangsa. Nama-nama besar seperti Adipati Aryo Blitar, Proklamator Bung Karno, Shodancho Suprijadi, dan lain sebagainya menjadi inspirasi yang ikut mewarnai dinamika, arah, dan kemajuan kota yang sedang tumbuh ini.
Dalam upaya membangun iklim yang kondusif, didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan, pemerintah Kota Blitar memilih sektor pariwisata sebagai primadona untuk mengembangkan ekonomi daerah. Beberapa tempat tujuan wisata yang ada di Blitar, dari waktu ke waktu kian dibenahi dan diperkaya guna meningkatkan potensi wisata di Kota Blitar.
Tempat tujuan wisata di Kota Blitar antara lain:
- Makam Bung Karno
tempat dimakamkannya presidan pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno. Makam ini terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, sekitar 2 kilometer sebelah utara pusat kota. - Perpustakaan dan Museum Bung Karno
merupakan perpustakaan yang selain berisi segala bentuk memorabilia Bung Karno, juga dikembangkan sebagai pusat studi terpadu. Beberapa koleksi yang ada saat ini adalah lukisan hidup Bung Karno yang dapat berdetak tepat pada bagian jantungnya, uang bergambar Bung Karno yang dapat menggulung sendiri, dan koleksi sumbangan dari Yayasan Idayu. - Istana Gebang
atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini bertempat di Jl. Sultan Agung 69. Di rumah ini pada setiap bulan Juni ramai didatangi pengunjung, baik dalam rangka peringatan hari ulang tahun Bung Karno maupun karena adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemkot Blitar, seperti Grebeg Pancasila. - Petilasan Arya Blitar
merupakan sebuah makam dari Adipati Arya Blitar yang terletak di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo. Makam ini ramai dikunjungi pada bulan Sura (Muharram) dan juga setiap malam Jumat legi. - Monumen Supriyadi
merupakan sebuah monumen untuk mengenang jasanya. Pada tahun 1945, Kota Blitar menjadi pusat pemberontakan tentara PETA yang dipimpin oleh Shodancho Suprijadi melawan tentara Jepang. Monumen ini terletak di depan bekas markas PETA dan Taman Makam Pahlawan Raden Wijaya. Selain itu, juga dibangun sebuah patung setengah dada Suprijadi yang terletak di depan Pendapa Kabupaten Blitar. - Kebon Rojo
yaitu taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada di belakang kompleks rumah dinas Walikota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum maupun wisatawan secara cuma-cuma. Di taman tersebut, terdapat beberapa jenis hewan peliharaan, fasilitas bermain anak-anak, tempat bersantai, panggung apresiasi seniman, air mancur, dan juga berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi sebagai paru-paru kota. - Taman Air Sumberudel
adalah taman air paling megah se-eks-Karesidenan Kediri. Taman air ini diresmikan kembali oleh Walikota Blitar pada tanggal 10 Oktober 2007 setelah direnovasi selama kurang lebih satu setengah tahun. Fasilitas yang dimilikinya cukup lengkap bila dibandingkan dengan taman-taman air lain di Jawa Timur.
Rabu, 24 Agustus 2016
Prince Siddharta Birth Of Date
When was Prince Siddhartha born? Historians agreed that Prince Siddhartha born in 623 BCE (or -622 in astronomical year notation). What month and date he was born we will discuss here.
There are two hints could be used to estimate Prince Siddhartha's date of birth.
- He was born on the full moon of Vesak and
- He was born on the eighth day of the fourth month of Chinese calender that traditionally marked as the Buddha's birthday
Baca seluruhnya...
Vesak celebration has three meanings i.e.,
- The birth of Prince Siddhartha in Lumbini in 623 BC
- Prince Siddhartha attain supreme enlightenment and became Buddha in the Buddha-Gaya (Bodhgaya) at the age of 35 years old in 588 BC and
- Gautama Buddha passed away (parinibbana) in Kusinara at age 80 in 543 BC.
While the Buddha's birthday marked in Chinese calendar has two meanings i.e.,
- The celeberation of Sakyamuni Buddha birthday and
- The celebration of Three Realms philosophy i.e. Kamadhatu (sensual desire realm), Rupadhatu (form or substance realm) dan Arupadhatu (formless realm).
1. BOD estimation by using the full moon of Vesak
By using New Moon And Full Moon calculator (or Uposatha calculator) and selecting the year of -622, I get information as shown in Table 1.Table 1. New Moon and Full Moon Of 623 BCE. Beijing Datetime (UT+8) ΔT = 5h17m42s | ||
---|---|---|
Ceit (First Day) | Capgo (15th Day) | Purnama (Full Moon) |
-622-Jan-02 03:33:09 | -622-Jan-16 | Fri. -622-Jan-16 14:06:18 |
-622-Jan-31 13:52:40 | -622-Feb-14 | Sun. -622-Feb-15 08:26:21 |
-622-Mar-01 22:45:59 | -622-Mar-15 | Tue. -622-Mar-17 01:07:27 |
-622-Mar-31 06:57:35 | -622-Apr-14 | Wed. -622-Apr-15 15:31:55 |
-622-Apr-29 15:28:58 | -622-May-13 | Fri. -622-May-15 03:39:32 |
-622-May-29 01:19:44 | -622-Jun-12 | Sat. -622-Jun-13 13:50:26 |
-622-Jun-27 13:11:10 | -622-Jul-11 | Sun. -622-Jul-12 22:37:40 |
-622-Jul-27 03:17:54 | -622-Aug-10 | Tue. -622-Aug-11 06:46:24 |
-622-Aug-25 19:28:32 | -622-Sep-08 | Wed. -622-Sep-09 15:10:51 |
-622-Sep-24 13:08:44 | -622-Oct-08 | Fri. -622-Oct-09 00:45:05 |
-622-Oct-24 07:20:51 | -622-Nov-07 | Sat. -622-Nov-07 12:08:32 |
-622-Nov-23 00:47:54 | -622-Dec-07 | Mon. -622-Dec-07 01:32:05 |
-622-Dec-22 16:14:59 | -621-Jan-05 | Tue. -621-Jan-05 16:36:30 |
By looking at Table 1, I immediately know Prince siddhartha was born on Friday, May 15th 623 BCE. With the same way I could know he attained enlightenment on Tuesday, May 17th 588 BCE and passed away on Monday, May 30th 543 BCE.
2. BOD estimation with Chinese calender
The Chinese calendar explicitly mentions the date and month of birth of Prince Siddharta. By using Yin Yang Li Calculator and selecting the year of -622, give me a table as presented below.
Table 2. Result of Yin Yang Calculator for 623 BCE. ΔT = 5h17m | ||||
---|---|---|---|---|
Beijing Date | Day # | Month # | Year Of Conf. Era Astro. | Day of Week |
-622-Jan-31 | 1 | 1 | -71 | Sat |
-622-Mar-02 | 1 | 2 | -71 | Mon |
-622-Mar-31 | 1 | 3 | -71 | Tue |
-622-Apr-29 | 1 | Lun 3 | -71 | Wed |
-622-May-29 | 1 | 4 | -71 | Fri |
-622-Jun-27 | 1 | 5 | -71 | Sat |
-622-Jul-27 | 1 | 6 | -71 | Mon |
-622-Aug-26 | 1 | 7 | -71 | Wed |
-622-Sep-24 | 1 | 8 | -71 | Thu |
-622-Oct-24 | 1 | 9 | -71 | Sat |
-622-Nov-23 | 1 | 10 | -71 | Mon |
-622-Dec-22 | 1 | 11 | -71 | Tue |
-621-Jan-21 | 1 | 12 | -71 | Thu |
-621-Feb-19 | 1 | 1 | -70 | Fri |
From Table 2, I found that the first day of the fourth month falls on Friday, May 29th 623 BCE. By counting the day up to the day eighth, I get Prince Siddhartha's date of birth is on Friday, April 5th 623 BCE.
Note:
- Uncertainty of 5 hours 17 minutes or approximately one-fifth of the day is good enough for the calculation that spans 2638 years from 2015 CE to 623 BCE backward.
3. Conclusion
If there was no intercalary month (Lun 3) in the calendar at that time, then the date of birth of Prince Siddhartha will be corrected by 30 days back to Wednesday, May 6th 623 BC. A result that is nearly the same as the calculation based on the full moon of Vesak because the eighth day of the fourth month is not a full moon day (according to Chinese calendar, a full moon day is always around the 15th day of a month). In my subjective opinion, this is due to- The assumption that Vesak is equal to May might be wrong and give errors.
- Calculation of the true sun (定期 Dingqi) and the true moon (定朔 Dingshuo) used since the calendar reform in 1645 AD up to present, in a certain degree, is different to the calculation of the mean solar system (Pingqi 平 氣) and the average month (Pingshuo 平朔) used at that time. Therefore, the presence or absence of an intercalary month, LUN 3, could only be verified by means of:
- Creating a calendar program utilizes system of that era.
- Accessing and checking the calendar of Chinese empire dated 623 BC.
Reference:
2. Palmer, Martin, et al.,T'ung Shu: The Ancient Chinese Almanac, edited and translated, Vinpress, Malaysia, 1991.
Selasa, 23 Agustus 2016
Asal Usul Sunan Giri
Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa, yang pengaruhnya bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro. Ia lahir di Blambangan tahun 1442, dan dimakamkan di desa Giri, Kebomas, Gresik.
Di awal abad 14 M, kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Mena Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agam Hindu dan sebagian ada yang memeluk agama Budha.
Pada suatu hari Parbu Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya pasalnya puteri mereka satu-satunya jatuh selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib dan dukun untuk mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga.
Memang pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit. Banyak sudah korban berjatuhan. Menurut gambaran babad tanah jawa esok sakit sorenya mati. Seluruh penduduk sangat prihatin, berduka dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi macet total.
Atas saran permaisuri Prabu Menak Sembuyu mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan puterinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda. Sayembara disebar hampir keseluruh pelosok negeri. Tapi sudah berbulan-bulan tidak juga ada yang dapat memenangkan sayembara tersebut.
Permaisuri makin sedih hatinya, prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur isterinya dengan menugaskan Patih Baju Sengara untuk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit puterinya.
Diiringi beberapa prajurit pilihan, Patih Baju Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa biasanya tinggal dipuncak lereng-lereng gunung, maka kesanalah tujuan Patih Bajul Sengara.
Patih Bajul Sengara akhirnya bertemu dengan Resi Kandabaya yang mengetahui adanya tokoh sakti dari negeri seberang. Orang yang dimaksud adalah Syekh Maulana Ishak yang sedang berdakwah secara sembunyi-sembunyi dinegeri Blambangan.
Patih Bajul Sengara bertemu dengan Syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakkur disebuah goa. Syekh Maulana Ishak mau mengobati puteri Prabu Menak Sembuyu dengan syarat Prabu mau masuk atau memeluk agama Islam. Syekh Maulana Ishak memang piawai dibidang ilmu kedokteran, puteri Dewi Sekar Dadu sembuh sekali diobati. Wabah penyakit juga lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syekh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Kemudian diberi kedudukan sebagai Adipati untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan.
Hasutan Sang Patih
Tujuh bulan sudah Syekh Maulana Ishak menjadi adipati baru di Blambangan, makin hari semakin bertambah banyak penduduk Blambangan yang memeluk agama Islam. Sementara Patih Bajul Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang prabu dengan hasutan-hasutan jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahui hal ini.
Patih Bajul Sengara sendiri sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teroe pada pengikut Syekh Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana Ishak diculik, disiksa dan dipaksa kembali pada agama lama.
Pada saat itu Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak sadar bila diteruskan akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu. Kasihan rakyat jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera pamit kepada isterinya untuk meninggalkan Blambangan.
Akhirnya, pada tengah malam dengan hati yang berat karena harus meninggalkan isteri tercinta yang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan seorang diri. Esok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan Syekh Maulana Ishak.
Dua bulan kemudian dari rahim Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupanya. Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu dan permaisurinya merasa senagn dan bahagia melihat kehadiran cucunya yang montok dan rupawan itu. Bayi itu lain daripada yag lain, wajahnya mengeluarkan cahaya terang.
Lain halnya dengan Patih Bajul Sengara, dibiarkannya bayi itu mendapat limpahan kasih sayang keluarganya selama empat puluh hari. Sesudah itu dia menghasut Prabu Menak Sembuyu. Kebetulan pada saat itu wabah penyakit berjangkit kembali di Blambangan, maka Patih baju Sengara berulah lagi..
Bayi itu! Benar Gusti Prabu! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencan dikemudian hari. Wabah penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal diBlambangan ini disebabkan adanya hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu! Kilah patih Bajul Sengara dengan alasan yang dibuat-buat.
Sang Prabu tidak cepat mengambil keputusan, dikarenakan dalam hatinya dia terlanjur menyukai kehadiran cucunya itu. Namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan tuduhan keji yang akhirnya sang Prabu terpengaruh juga.
Walau demikian tiada tega juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung. Bayi yang masih berusia empat puluh hari dimasukkan kedalam peti dan diperintahkan untuk dibuang ke samudera.
Joko Samudra
Pada suatu malam ada sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi selat Bali. Ketika perahu itu berada ditengah-tengah selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.
Nahkota memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan ini, meungkinkah perahunya membentur karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga. Nahkoda memerintahkan mengambil peti itu. Semua orang terkejut karena didalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan. Nahkoda merasa gembira menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tidak berprikemanusiaan.
Nahkoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke pulau Bali. Tapi perahu tidak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan digerakkan kearah Gresik ternyata perahu itu melaju dengan cepatnya.
Dihadapan Nyai Ageng Pinatih janda kaya raya pemilik Kapal Nahkoda berkata sambil membuka peti itu. Peti inilah yang menyebabkan kami kembali ke Gresik dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali, kata sang nahkoda.
Bayi…? Bayi siapa ini ? gumam Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Kami menemukannya di tengah samudera selat Bali, jawab nahkoda kapal.
Bayi ini kemudian mereka serahkan kepada Nyai Ageng Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang sudah lama dia menginginkan seorang anak. Karena bayi ini ditemukan di tengah smudera maka Nyai Ageng Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samudra.
Ketika berumur 11 tahun, Nyai Ageng Pinatih mengantarkan Joko Samudra untuk berguru kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber mula pertama Joko Samudra setiap hari pergi ke Surabaya dan sorenya kembali ke Gresik. Sunan Ampel kemudian menyarankan agar anak itu mondok saja dipesantren Ampeldenta supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari agama Islam.
Pada suatu malam, seperti biasanya Raden Rahmat hendak mengambil air wudhu guna melaksanakan sholat Tahajjud, mendoakan muridnya dan mendoakan umat agar selamat di dunia dan di akhirat. Sebelum berwudhu Raden Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para santri yang tidur di asrama.
Tiba-tiba Raden Rahmat terkejut. Ada sinar terang memancar dari salah seorang santrinya. Selama beberpa saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan mata. Untuk mengetahui siapakah murid yang wajahnya bersinar itu maka Sunan ampel memberi ikatan pada sarung murid itu.
Esok harinya, sesudah sholat subuh Sunan Ampel memanggil murid-muridnya itu.
Siapakah diantara kalian yang waktu bangun tidur kain sarungnya ada ikatan? Tanya Sunan Ampel.
Saya Kanjeng Sunan…..ujar Joko Samudra.
Melihat yang mengacungkan tangan adalah Joko Samudra, Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu Nyai Ageng Pinatih datang untuk menengok Joko Samudra, kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya lebih jauh tentang asal-usul Joko Samudra.
Nyai Ageng Pinatih menjawab sejujur-jujurnya. Bahwa Joko Samudra ditemukan ditengah selat Bali ketika masih bayi. Peti yang digunakan untuk membuang bayi itu hingga sekarang masih tersimpan rapi dirumah Nyai Ageng Pinatih.
Teringat pada pesan Syekh Maulana Ishak sebelum berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Ampel kemudian mengusulkan Nyai Ageng Pinatih agar nama anak itu diganti menjadi Raden Paku. Nyai Ageng Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya penuh kepada wali besar yang dihormati masyarakat bahkan juga masih terhitung seorang Pangeran Majapahit itu.
Raden Paku
Sewaktu mondok dipesantren Ampeldenta, Raden Paku sangat akrab bersahabat dengan putera Raden Rahmat yang bernama Raden Makdum Ibrahim. Keduanya bagai saudara kandung saja, saling menyayangi dan saling mengingatkan.
Setelah berusia 16 tahu, kedua pemuda itu dianjurkan untuk menimba ilmu pengetahuan yang lebih tinggi di negeri seberang sambil meluaskan pengetahuan.
Di negeri Pasai banyak orang pandai dari berbagai negeri. Disana juga ada ulama besar yang bergelar Syekh Awwallul Islam. Dialah ayah kandung yang nama aslinya adalah Syekh Maulana Ishak. Pergilah kesana tuntutlah ilmunya yang tinggi dan teladanilah kesabarannya dalam mengasuh para santri dan berjuang menyebarkan agama Islam. Hal itu akan berguna kelak bagi kehidupanmu di masa yang akan datang.
Pesan itu dilaksanakan oleh Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim. Dan begitu sampai di negeri Pasai keduanya disambut gembira, penuh rasa haru dan bahagia oleh Syekh Maulana Ishak ayah kandung Raden Paku yang tak pernah melihat anaknya sejak bayi.
Raden Paku menceritakan riwayat hidupnya sejak masih kecil ditemukan ditengah samudera dan kemudian diambil anak angkat oleh Nyai Ageng Pinatih dan berguru pada Sunan Ampel di Surabaya.
Sebaliknya Syekh Maulana Ishak kemudian menceritakan pengalamannya di saat berdakwah di Blambangan sehingga dipaksa harus meninggalkan isteri yang sangat dicintainya.
Raden Paku menangis sesegukan mendengar kisah itu. Bukan menangis kemalangan dirinya yang disia-siakan kakeknya yaitu Prabu Menak Sembuyu tetapi memikirkan nasib ibunya yang tak diketahui lagi tempatnya berada. Apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Di negeri Pasai banyak ulama besar dari negeri asing yang menetap dan membuka pelajaran agama Islam kepada penduduk setempat, hal ini tidak disia-siakan oleh Raden Paku dan Maulana Makdum Ibrahim. Kedua pemuda itu belajar agama dengan tekun, baik kepada Syekh Maulana Ishak sendiri maupun kepada guru-guru agama lainnya.
Ada yang beranggapan bahwa Raden Paku dikaruniai Ilmu Laduni yaitu ilmu yang langsung berasal dari Tuhan, sehingga kecerdasan otaknya seolah tiada bandingnya. Disamping belajar ilmu Tauhid mereka juga mempelajari ilmu Tasawuf dari ulama Iran, Bagdad dan Gujarat yang banyak menetap di negeri Pasai.
Ilmu yang dipelajari itu berpengaruh dan menjiwai kehidupan Raden Paku dalam perilakunya sehari-hari sehingga kentara benar bila ia mempunyai ilmu tingkat tinggi, ilmu yang sebenarnya hanya dimiliki ulama yang berusia lanjut dan berpengalaman. Gurunya kemudian memberinya gelar Syekh Maulana Ainul Yaqin.
Setelah tiga tahun berada di pusat Pasai. Dan masa belajarnya itu sudah dianggap cukup oleh Syekh Maulana Ishak, kedua pemuda itu diperintahkan kembali ke tanah jawa. Oleh ayahnya, Raden Paku diberi sebuah bungkusan kain putih berisi tanah.
Kelak, bila tiba masanya dirikanlah pesantren di Gresik, carilah tanah yang sama betul dengan tanah dalam bungkusan ini disitulah kau membangun pesantren, demikianlah pesan anahnya.
Kedua pemuda itu kemudian kembali ke Surabaya. Melaporkan segala pengalamannya kepada Sunan Ampel. Sunan Ampel memerintahkan Makdum Ibrahim berdakwah di Tuban, sedangkan Raden Paku diperintah pulang ke Gresik kembali ke ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng Pinatih.
Membersihkan Diri
Pada usia 23 tahun, Raden Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke pulau Banjar atau Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati. Nahkoda kapal diserahkan kepada pelaut kawakan yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan berada di tangan Abu Hurairah tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.
Tiga buah kapal berangkat meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan itu habis terjual di Pulau Banjar maka Abu Hurairah diperintah membawa barang dagangan dari pulau Banjar yang sekiranya laku di pulau Jawa, seperti rotan, damar, emas dan lain-lain. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh menjadi berlipat ganda, tapi kali tidak, sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar, Raden paku membagi-bagikan barang dagangannya dari Gresik itu secara gratis kepada penduduk setempat.
Tentu saja hal ini membuat Abu Hurairah menjadi cemas. Dia segera memprotes tindakan Raden Paku, Raden….kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang dagangan kita diberikan secara cuma-cuma?
Jangan kuatir paman, kada Raden Paku. Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar saat ini sedang dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan ibu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka, sudahkah ibu memberikan hartanya dengan membayar zakat kepada mereka? Saya kira belum, nah sekaranglah saatnya ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri.
Itu diluar wewenang saya Raden, kata Abu Hurairah. Jika kita tidak memperoleh uang lalu dengan apa kita mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam gelombang dan badai?
Raden Paku terdiam beberapa saat. Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang tak ada uang dengan apa dagangan pulau Banjar akan dibeli.
Paman tak usah risau, kata Raden Paku dengan tenangnya. Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita dengan batu dan pasir.
Memang benar, mereka dapat berlayar hingga dipantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi hati Abu Hurairah menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk bertemu dengan Nyai Ageng Pinatih.
Dugaan Abu Hurairah benar. Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya demi mendengar perbuatan Raden Paku yang dianggap tidak normal.
Sebaiknya ibu lihat dulu pinta Raden Paku.
Sudah, jangan banyak bicara. Buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja hardik Nyai Ageng Pinatih.
Tapi ketika awak kapal membuka karung-karung itu mereka terkejut. Karung-karung itu isinya menjadi barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari banjar, seperti rotan, damar , kain dan emas serta intan. Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar.
Perkawinan Raden Paku
Al-kisah ada seorang bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul ia mempunyai sebuah pohon delima yang aneh didepan rumahnya. Setiap kali ada orang yang hendak mengambil buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia. Suatu ketika Raden Paku tanpa sengaja lewat didepan pekarangan Ki Ageng Supa Bungkul. Begitu ia berjalan dibawah pohon delima tiba-tiba pohon itu jatuh mengenai kepala Raden Paku.
Ki Ageng Bungkul pun tiba-tiba muncul dan mencegat Raden Paku dan ia berkata, kau harus kawin dengan puteriku Dewi Wardah.
Memang, Ki Ageng Bungkul telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan kepada Sunan Ampel.
Tak usah bingung, Ki Ageng Bungku adalah serang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang muslimah yang baik. Karena hal itu menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau tidak mengecewakan niat baiknya itu. Demikian kata Sunan Ampel.
Tapi…….bukankah saya hendak menikah dengan puteri Kanjeng Sunan Yaitu dengan Dewi Murtasiah ujar Raden Paku.
Tidak mengapa? Kata Sunan Ampel. Sesudah melangsungkan akad nikah dengan Dewi Murtasiha selanjutnya kau akan melangsungkan perkawinan dengan Dewi Wardah.
Itulah liku-liku perjalan hidup Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Sunan Ampel, kemudian menjadi menantu Ki Ageng Bungkuk seorang bangsawan Majapahit yang hingga sekarang makamnya terawat baik di Surabaya.
Sesudah berumah tangga, Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar itu beliau menyiarkan agama Islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup terkenal di kepulauan nusantara.
Lama-lama kegiatan dagang tersebut tidak memuaskan hatinya, ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok pesantren. Ia pun minta izin kepada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan.
Nyai Ageng Pinatih yang kaya raya itu tidak keberatan, andaikata hartanya yang banyak itu dimakan setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis, terlebih juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka wanita itu ikhlas melepaskan Raden Paku yang hendak mendirikan pesantren.
Mulailah Raden Paku bertafakkur digoa yang sunyi, 40 hari 40 malam beliau tidak keluar goa. Hanya bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.
Usai bertafakkur teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu belajar di negeri Pasai. Dia pun berjalan berkeliling daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawa dari negeri Pasai.
Melalui desa Margonoto, sampailah Raden Paku didaerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa damai, ia pun mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah ditempat itu. Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan pesantren. Karena tempat itu adalah dataran tinggi atau gunung maka dinamakanlah Pesantren Giri. Giri dalam bahasa sansekerta artinya gunung.
Atas dukkungan isteri-isteri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan ampel, tidak begitu lama hanya dalam waktu tiga tahun pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh nusantara.
Menurut Dr.H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan diatas bukit di Gresik dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada. Diatas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedatin (Kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lomnok, Makasar, Hitu dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
Menurut babad tanah jawa murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir diseluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah penggambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada jamannya. Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun mesjid sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman umatnya. Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas.
Disekitar bukti tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.
Peresmian Mesjid Demak
Dalam peresmian mesjid Demak Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukkan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang.
Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia haram hukumnya dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
Jika sunan Kalijaga mengusulkan peresmian mesjid Demak dengan membuka pagelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar mesjid Demak diresmikan pada saat hari Jum’at sembari melaksanakan Sholat jamaah Jum’at.
Sunan Kalijaga berjiwa besar kemudian mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sebelum Sunan Kalijaga telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi, lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu dihadapan Sidang para wali. Keran tidak bisa disebut gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri menyetujui wayang kulit itu digunakan sebagai media dakwah.
Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri. Karena itu Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata yang arti sebenarnya adalah sunan Giri yang menata.
Maka perdebatan tentang peresmian mesjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan sholat jum’at kemudian diteruskan dengan pertunjukkan wayang kulit yang dimainkan oleh ki dalang Sunan Kalijaga.
Jasa-jasa Sunan Giri
Jasa yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di tanah jaw bahkan ke nusantara.
Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Dengan demikian sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah.
Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen membawa dampak positif bagi generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi tanpa dicampuri dengan adat istiadat lama.
Di dalam kesenian beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam antara lain: jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan Delikan.
Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan :
"Padhang-padhang bulan, ayo gage dha dolanan,
Dolanane na ing latar,
Ngalap padhang gilar-gilar,
Nundhung begog hangetikar."
(malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil dihalaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)
Maksud dari lagu dolanan padhang bulan ;
Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut penghidupan, dimuka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.
Para Pengganti Sunan Giri
Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1412 M, memerintah kerajaan Giri kurang lebih 20 tahun. Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.
Pengaruh Sunan giri sangatlah besar terhadap kerajaan Islam di jawa maupun di luar jawa. Sebagi buktinya adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah mendapat pengesahan dari Sunan Giri.
Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama 200 tahun. Sesudah Sunan Giri meninggal dunia beliau digantikan anak keturunannya yaitu:
1. Sunan Dalem
2. Sunan Sedomargi
3. Sunan Giri Prapen
4. Sunan Kawis Guwa
5. Panembahan Ageng Giri
6. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri
8. Pengeran Singosari
Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker. Sesudah pangeran Singosari wafat pada tahun 1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. Meski demikian kharisma Sunan Giri sebagai ulama besar wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa.
Di awal abad 14 M, kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Mena Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agam Hindu dan sebagian ada yang memeluk agama Budha.
Pada suatu hari Parbu Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya pasalnya puteri mereka satu-satunya jatuh selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib dan dukun untuk mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga.
Memang pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit. Banyak sudah korban berjatuhan. Menurut gambaran babad tanah jawa esok sakit sorenya mati. Seluruh penduduk sangat prihatin, berduka dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi macet total.
Atas saran permaisuri Prabu Menak Sembuyu mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan puterinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda. Sayembara disebar hampir keseluruh pelosok negeri. Tapi sudah berbulan-bulan tidak juga ada yang dapat memenangkan sayembara tersebut.
Sunan Sunan Giri
Sumber: https://www.google.com/
Permaisuri makin sedih hatinya, prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur isterinya dengan menugaskan Patih Baju Sengara untuk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit puterinya.
Diiringi beberapa prajurit pilihan, Patih Baju Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa biasanya tinggal dipuncak lereng-lereng gunung, maka kesanalah tujuan Patih Bajul Sengara.
Patih Bajul Sengara akhirnya bertemu dengan Resi Kandabaya yang mengetahui adanya tokoh sakti dari negeri seberang. Orang yang dimaksud adalah Syekh Maulana Ishak yang sedang berdakwah secara sembunyi-sembunyi dinegeri Blambangan.
Patih Bajul Sengara bertemu dengan Syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakkur disebuah goa. Syekh Maulana Ishak mau mengobati puteri Prabu Menak Sembuyu dengan syarat Prabu mau masuk atau memeluk agama Islam. Syekh Maulana Ishak memang piawai dibidang ilmu kedokteran, puteri Dewi Sekar Dadu sembuh sekali diobati. Wabah penyakit juga lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syekh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Kemudian diberi kedudukan sebagai Adipati untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan.
Hasutan Sang Patih
Tujuh bulan sudah Syekh Maulana Ishak menjadi adipati baru di Blambangan, makin hari semakin bertambah banyak penduduk Blambangan yang memeluk agama Islam. Sementara Patih Bajul Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang prabu dengan hasutan-hasutan jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahui hal ini.
Patih Bajul Sengara sendiri sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teroe pada pengikut Syekh Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana Ishak diculik, disiksa dan dipaksa kembali pada agama lama.
Pada saat itu Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak sadar bila diteruskan akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu. Kasihan rakyat jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera pamit kepada isterinya untuk meninggalkan Blambangan.
Akhirnya, pada tengah malam dengan hati yang berat karena harus meninggalkan isteri tercinta yang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan seorang diri. Esok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan Syekh Maulana Ishak.
Dua bulan kemudian dari rahim Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupanya. Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu dan permaisurinya merasa senagn dan bahagia melihat kehadiran cucunya yang montok dan rupawan itu. Bayi itu lain daripada yag lain, wajahnya mengeluarkan cahaya terang.
Lain halnya dengan Patih Bajul Sengara, dibiarkannya bayi itu mendapat limpahan kasih sayang keluarganya selama empat puluh hari. Sesudah itu dia menghasut Prabu Menak Sembuyu. Kebetulan pada saat itu wabah penyakit berjangkit kembali di Blambangan, maka Patih baju Sengara berulah lagi..
Bayi itu! Benar Gusti Prabu! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencan dikemudian hari. Wabah penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal diBlambangan ini disebabkan adanya hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu! Kilah patih Bajul Sengara dengan alasan yang dibuat-buat.
Sang Prabu tidak cepat mengambil keputusan, dikarenakan dalam hatinya dia terlanjur menyukai kehadiran cucunya itu. Namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan tuduhan keji yang akhirnya sang Prabu terpengaruh juga.
Walau demikian tiada tega juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung. Bayi yang masih berusia empat puluh hari dimasukkan kedalam peti dan diperintahkan untuk dibuang ke samudera.
Joko Samudra
Pada suatu malam ada sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi selat Bali. Ketika perahu itu berada ditengah-tengah selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.
Nahkota memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan ini, meungkinkah perahunya membentur karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga. Nahkoda memerintahkan mengambil peti itu. Semua orang terkejut karena didalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan. Nahkoda merasa gembira menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tidak berprikemanusiaan.
Nahkoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke pulau Bali. Tapi perahu tidak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan digerakkan kearah Gresik ternyata perahu itu melaju dengan cepatnya.
Dihadapan Nyai Ageng Pinatih janda kaya raya pemilik Kapal Nahkoda berkata sambil membuka peti itu. Peti inilah yang menyebabkan kami kembali ke Gresik dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali, kata sang nahkoda.
Bayi…? Bayi siapa ini ? gumam Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Kami menemukannya di tengah samudera selat Bali, jawab nahkoda kapal.
Bayi ini kemudian mereka serahkan kepada Nyai Ageng Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang sudah lama dia menginginkan seorang anak. Karena bayi ini ditemukan di tengah smudera maka Nyai Ageng Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samudra.
Ketika berumur 11 tahun, Nyai Ageng Pinatih mengantarkan Joko Samudra untuk berguru kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber mula pertama Joko Samudra setiap hari pergi ke Surabaya dan sorenya kembali ke Gresik. Sunan Ampel kemudian menyarankan agar anak itu mondok saja dipesantren Ampeldenta supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari agama Islam.
Pada suatu malam, seperti biasanya Raden Rahmat hendak mengambil air wudhu guna melaksanakan sholat Tahajjud, mendoakan muridnya dan mendoakan umat agar selamat di dunia dan di akhirat. Sebelum berwudhu Raden Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para santri yang tidur di asrama.
Tiba-tiba Raden Rahmat terkejut. Ada sinar terang memancar dari salah seorang santrinya. Selama beberpa saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan mata. Untuk mengetahui siapakah murid yang wajahnya bersinar itu maka Sunan ampel memberi ikatan pada sarung murid itu.
Esok harinya, sesudah sholat subuh Sunan Ampel memanggil murid-muridnya itu.
Siapakah diantara kalian yang waktu bangun tidur kain sarungnya ada ikatan? Tanya Sunan Ampel.
Saya Kanjeng Sunan…..ujar Joko Samudra.
Melihat yang mengacungkan tangan adalah Joko Samudra, Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu Nyai Ageng Pinatih datang untuk menengok Joko Samudra, kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya lebih jauh tentang asal-usul Joko Samudra.
Nyai Ageng Pinatih menjawab sejujur-jujurnya. Bahwa Joko Samudra ditemukan ditengah selat Bali ketika masih bayi. Peti yang digunakan untuk membuang bayi itu hingga sekarang masih tersimpan rapi dirumah Nyai Ageng Pinatih.
Teringat pada pesan Syekh Maulana Ishak sebelum berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Ampel kemudian mengusulkan Nyai Ageng Pinatih agar nama anak itu diganti menjadi Raden Paku. Nyai Ageng Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya penuh kepada wali besar yang dihormati masyarakat bahkan juga masih terhitung seorang Pangeran Majapahit itu.
Raden Paku
Sewaktu mondok dipesantren Ampeldenta, Raden Paku sangat akrab bersahabat dengan putera Raden Rahmat yang bernama Raden Makdum Ibrahim. Keduanya bagai saudara kandung saja, saling menyayangi dan saling mengingatkan.
Setelah berusia 16 tahu, kedua pemuda itu dianjurkan untuk menimba ilmu pengetahuan yang lebih tinggi di negeri seberang sambil meluaskan pengetahuan.
Di negeri Pasai banyak orang pandai dari berbagai negeri. Disana juga ada ulama besar yang bergelar Syekh Awwallul Islam. Dialah ayah kandung yang nama aslinya adalah Syekh Maulana Ishak. Pergilah kesana tuntutlah ilmunya yang tinggi dan teladanilah kesabarannya dalam mengasuh para santri dan berjuang menyebarkan agama Islam. Hal itu akan berguna kelak bagi kehidupanmu di masa yang akan datang.
Pesan itu dilaksanakan oleh Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim. Dan begitu sampai di negeri Pasai keduanya disambut gembira, penuh rasa haru dan bahagia oleh Syekh Maulana Ishak ayah kandung Raden Paku yang tak pernah melihat anaknya sejak bayi.
Raden Paku menceritakan riwayat hidupnya sejak masih kecil ditemukan ditengah samudera dan kemudian diambil anak angkat oleh Nyai Ageng Pinatih dan berguru pada Sunan Ampel di Surabaya.
Sebaliknya Syekh Maulana Ishak kemudian menceritakan pengalamannya di saat berdakwah di Blambangan sehingga dipaksa harus meninggalkan isteri yang sangat dicintainya.
Raden Paku menangis sesegukan mendengar kisah itu. Bukan menangis kemalangan dirinya yang disia-siakan kakeknya yaitu Prabu Menak Sembuyu tetapi memikirkan nasib ibunya yang tak diketahui lagi tempatnya berada. Apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Di negeri Pasai banyak ulama besar dari negeri asing yang menetap dan membuka pelajaran agama Islam kepada penduduk setempat, hal ini tidak disia-siakan oleh Raden Paku dan Maulana Makdum Ibrahim. Kedua pemuda itu belajar agama dengan tekun, baik kepada Syekh Maulana Ishak sendiri maupun kepada guru-guru agama lainnya.
Ada yang beranggapan bahwa Raden Paku dikaruniai Ilmu Laduni yaitu ilmu yang langsung berasal dari Tuhan, sehingga kecerdasan otaknya seolah tiada bandingnya. Disamping belajar ilmu Tauhid mereka juga mempelajari ilmu Tasawuf dari ulama Iran, Bagdad dan Gujarat yang banyak menetap di negeri Pasai.
Ilmu yang dipelajari itu berpengaruh dan menjiwai kehidupan Raden Paku dalam perilakunya sehari-hari sehingga kentara benar bila ia mempunyai ilmu tingkat tinggi, ilmu yang sebenarnya hanya dimiliki ulama yang berusia lanjut dan berpengalaman. Gurunya kemudian memberinya gelar Syekh Maulana Ainul Yaqin.
Setelah tiga tahun berada di pusat Pasai. Dan masa belajarnya itu sudah dianggap cukup oleh Syekh Maulana Ishak, kedua pemuda itu diperintahkan kembali ke tanah jawa. Oleh ayahnya, Raden Paku diberi sebuah bungkusan kain putih berisi tanah.
Kelak, bila tiba masanya dirikanlah pesantren di Gresik, carilah tanah yang sama betul dengan tanah dalam bungkusan ini disitulah kau membangun pesantren, demikianlah pesan anahnya.
Kedua pemuda itu kemudian kembali ke Surabaya. Melaporkan segala pengalamannya kepada Sunan Ampel. Sunan Ampel memerintahkan Makdum Ibrahim berdakwah di Tuban, sedangkan Raden Paku diperintah pulang ke Gresik kembali ke ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng Pinatih.
Membersihkan Diri
Pada usia 23 tahun, Raden Paku diperintah oleh ibunya untuk mengawal barang dagangan ke pulau Banjar atau Kalimantan. Tugas ini diterimanya dengan senang hati. Nahkoda kapal diserahkan kepada pelaut kawakan yaitu Abu Hurairah. Walau pucuk pimpinan berada di tangan Abu Hurairah tapi Nyai Ageng Pinatih memberi kuasa pula kepada Raden Paku untuk ikut memasarkan dagangan di Pulau Banjar.
Tiga buah kapal berangkat meninggalkan pelabuhan Gresik dengan penuh muatan. Biasanya, sesudah dagangan itu habis terjual di Pulau Banjar maka Abu Hurairah diperintah membawa barang dagangan dari pulau Banjar yang sekiranya laku di pulau Jawa, seperti rotan, damar, emas dan lain-lain. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh menjadi berlipat ganda, tapi kali tidak, sesudah kapal merapat dipelabuhan Banjar, Raden paku membagi-bagikan barang dagangannya dari Gresik itu secara gratis kepada penduduk setempat.
Tentu saja hal ini membuat Abu Hurairah menjadi cemas. Dia segera memprotes tindakan Raden Paku, Raden….kita pasti akan mendapat murka Nyai Ageng Pinatih. Mengapa barang dagangan kita diberikan secara cuma-cuma?
Jangan kuatir paman, kada Raden Paku. Tindakan saya ini sudah tepat. Penduduk Banjar saat ini sedang dilanda musibah. Mereka dilanda kekeringan dan kurang pangan. Sedangkan ibu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari mereka, sudahkah ibu memberikan hartanya dengan membayar zakat kepada mereka? Saya kira belum, nah sekaranglah saatnya ibu mengeluarkan zakat untuk membersihkan diri.
Itu diluar wewenang saya Raden, kata Abu Hurairah. Jika kita tidak memperoleh uang lalu dengan apa kita mengisi perahu supaya tidak oleng dihantam gelombang dan badai?
Raden Paku terdiam beberapa saat. Dia sudah maklum bila dagangan habis biasanya Abu Hurairah akan mengisi kapal atau perahu dengan barang dagangan dari Kalimantan. Tapi sekarang tak ada uang dengan apa dagangan pulau Banjar akan dibeli.
Paman tak usah risau, kata Raden Paku dengan tenangnya. Supaya kapal tidak oleng isilah karung-karung kita dengan batu dan pasir.
Memang benar, mereka dapat berlayar hingga dipantai Gresik dalam keadaan selamat. Tapi hati Abu Hurairah menjadi kebat-kebit sewaktu berjalan meninggalkan kapal untuk bertemu dengan Nyai Ageng Pinatih.
Dugaan Abu Hurairah benar. Nyai Ageng Pinatih terbakar amarahnya demi mendengar perbuatan Raden Paku yang dianggap tidak normal.
Sebaiknya ibu lihat dulu pinta Raden Paku.
Sudah, jangan banyak bicara. Buang saja pasir dan batu itu. Hanya mengotori karung-karung kita saja hardik Nyai Ageng Pinatih.
Tapi ketika awak kapal membuka karung-karung itu mereka terkejut. Karung-karung itu isinya menjadi barang-barang dagangan yang biasa mereka bawa dari banjar, seperti rotan, damar , kain dan emas serta intan. Bila ditaksir harganya jauh lebih besar ketimbang dagangan yang disedekahkan kepada penduduk Banjar.
Perkawinan Raden Paku
Al-kisah ada seorang bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul ia mempunyai sebuah pohon delima yang aneh didepan rumahnya. Setiap kali ada orang yang hendak mengambil buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia. Suatu ketika Raden Paku tanpa sengaja lewat didepan pekarangan Ki Ageng Supa Bungkul. Begitu ia berjalan dibawah pohon delima tiba-tiba pohon itu jatuh mengenai kepala Raden Paku.
Ki Ageng Bungkul pun tiba-tiba muncul dan mencegat Raden Paku dan ia berkata, kau harus kawin dengan puteriku Dewi Wardah.
Memang, Ki Ageng Bungkul telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan kepada Sunan Ampel.
Tak usah bingung, Ki Ageng Bungku adalah serang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang muslimah yang baik. Karena hal itu menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau tidak mengecewakan niat baiknya itu. Demikian kata Sunan Ampel.
Tapi…….bukankah saya hendak menikah dengan puteri Kanjeng Sunan Yaitu dengan Dewi Murtasiah ujar Raden Paku.
Tidak mengapa? Kata Sunan Ampel. Sesudah melangsungkan akad nikah dengan Dewi Murtasiha selanjutnya kau akan melangsungkan perkawinan dengan Dewi Wardah.
Itulah liku-liku perjalan hidup Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Sunan Ampel, kemudian menjadi menantu Ki Ageng Bungkuk seorang bangsawan Majapahit yang hingga sekarang makamnya terawat baik di Surabaya.
Sesudah berumah tangga, Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar itu beliau menyiarkan agama Islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup terkenal di kepulauan nusantara.
Lama-lama kegiatan dagang tersebut tidak memuaskan hatinya, ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok pesantren. Ia pun minta izin kepada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan.
Nyai Ageng Pinatih yang kaya raya itu tidak keberatan, andaikata hartanya yang banyak itu dimakan setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis, terlebih juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka wanita itu ikhlas melepaskan Raden Paku yang hendak mendirikan pesantren.
Mulailah Raden Paku bertafakkur digoa yang sunyi, 40 hari 40 malam beliau tidak keluar goa. Hanya bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.
Usai bertafakkur teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu belajar di negeri Pasai. Dia pun berjalan berkeliling daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawa dari negeri Pasai.
Melalui desa Margonoto, sampailah Raden Paku didaerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa damai, ia pun mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah ditempat itu. Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan pesantren. Karena tempat itu adalah dataran tinggi atau gunung maka dinamakanlah Pesantren Giri. Giri dalam bahasa sansekerta artinya gunung.
Atas dukkungan isteri-isteri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan ampel, tidak begitu lama hanya dalam waktu tiga tahun pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh nusantara.
Menurut Dr.H.J. De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke negeri Pasai, ia memperkenalkan diri kepada dunia, kemudian berkedudukan diatas bukit di Gresik dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada. Diatas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat dibicarakan adanya Giri Kedatin (Kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lomnok, Makasar, Hitu dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
Menurut babad tanah jawa murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir diseluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah penggambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada jamannya. Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun mesjid sebagai pusat ibadah dan pembentukan iman umatnya. Untuk para santri yang datang dari jauh beliau juga membangun asrama yang luas.
Disekitar bukti tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. Tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.
Peresmian Mesjid Demak
Dalam peresmian mesjid Demak Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukkan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang.
Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia haram hukumnya dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
Jika sunan Kalijaga mengusulkan peresmian mesjid Demak dengan membuka pagelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar mesjid Demak diresmikan pada saat hari Jum’at sembari melaksanakan Sholat jamaah Jum’at.
Sunan Kalijaga berjiwa besar kemudian mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sebelum Sunan Kalijaga telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi, lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu dihadapan Sidang para wali. Keran tidak bisa disebut gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri menyetujui wayang kulit itu digunakan sebagai media dakwah.
Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri. Karena itu Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata yang arti sebenarnya adalah sunan Giri yang menata.
Maka perdebatan tentang peresmian mesjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan sholat jum’at kemudian diteruskan dengan pertunjukkan wayang kulit yang dimainkan oleh ki dalang Sunan Kalijaga.
Jasa-jasa Sunan Giri
Jasa yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di tanah jaw bahkan ke nusantara.
Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Dengan demikian sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah.
Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen membawa dampak positif bagi generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi tanpa dicampuri dengan adat istiadat lama.
Di dalam kesenian beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam antara lain: jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan Delikan.
Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan :
"Padhang-padhang bulan, ayo gage dha dolanan,
Dolanane na ing latar,
Ngalap padhang gilar-gilar,
Nundhung begog hangetikar."
(malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman, mengambil dihalaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)
Maksud dari lagu dolanan padhang bulan ;
Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut penghidupan, dimuka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.
Para Pengganti Sunan Giri
Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1412 M, memerintah kerajaan Giri kurang lebih 20 tahun. Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.
Pengaruh Sunan giri sangatlah besar terhadap kerajaan Islam di jawa maupun di luar jawa. Sebagi buktinya adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah mendapat pengesahan dari Sunan Giri.
Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama 200 tahun. Sesudah Sunan Giri meninggal dunia beliau digantikan anak keturunannya yaitu:
1. Sunan Dalem
2. Sunan Sedomargi
3. Sunan Giri Prapen
4. Sunan Kawis Guwa
5. Panembahan Ageng Giri
6. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri
8. Pengeran Singosari
Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker. Sesudah pangeran Singosari wafat pada tahun 1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. Meski demikian kharisma Sunan Giri sebagai ulama besar wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa.
Sejarah Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa
Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.
Selain sebagai Obyek Wisata Ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan Obyek Wisata Pendidikan dan Sejarah. Dengan mengunjungi Masjid ini, Wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada Abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.
Di serambi kiri Masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah dan Ratu Masmudah.
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Propinsi Banten Indonesia.
Makam Banten
Pangeran Arya Mandalika adalah Putra Sultan Maulana Yusuf dari Isteri yang lain (bukan Permaisuri Ratu Khadijah). Pangeran Arya Mandalika menjabat sebagai Panglima Perang merangkap Menteri Perlengkapan, terletak di Kampung Kroyo sebelum Kraton Kaibon Kec. Kasemen Kota Serang. Makam Sultan Pangeran Aspati/Mulyasmara, adalah salah seorang tokoh agama islam di Banten yang diperkirakan berasal dari Masyarakat Baduy yang masuk islam dan mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Banten. Terletak di Desa Kasunyatan Kec. Kasemen Kota Serang.
Makam Pangeran Jaga Laut
Adalah Putera Sultan Banten dari isteri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah satu Ulama Besar Banten, yang menyebarkan islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Desa Kronjo.
Makam Syekh Muhamad Sholeh bin Abdurohman atau lebih dikenal dengan penjiarahan Gunung Santri terletak di atas Puncak Gunung Santri di Kec. Bojonegara Kab. Serang, terletak disebelah Barat Laut Daerah Pantai Utara, 25 Km dari Kota Serang atau sekitar 7 Km dari Kota Cilegon.
Makam Arya Wangsakara, makam ini berada di Kampung Lengkong
Sumedang/Lengkong Santri, Desa Pagedangan Kec. Curug. Nama Tokoh utama yang dimakamkan di Komplek makam ini adalah Raden Aria Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran Cucu Pucuk Umum dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Aria Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak Ibu berasal dari Banten.
Sejarah Banten
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan Kota Pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan Masyarakat yang terbuka dan Makmur. Banten juga merupakan bagian dari Kerajaan tarumanagara. Salah satu Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti CidangHiyang atau Prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak ditepi CidangHiyang, Kec. Munjul, Pandeglang, Banten.
Prasasti ini baru ditemukan Tahun 1947 atau berisi dua baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi Prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara akibat serangan Kerajaan Sriwijaya, kekuasaan dibagian Barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda.
Banten menjadi salah satu Pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten Adalah salah satu Pelabuhan Kerajaan itu selain Pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (tangerang), Kalapa dan Cimanuk.
Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.
Selain sebagai Obyek Wisata Ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan Obyek Wisata Pendidikan dan Sejarah. Dengan mengunjungi Masjid ini, Wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada Abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.
Di serambi kiri Masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah dan Ratu Masmudah.
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Propinsi Banten Indonesia.
Makam Banten
Pangeran Arya Mandalika adalah Putra Sultan Maulana Yusuf dari Isteri yang lain (bukan Permaisuri Ratu Khadijah). Pangeran Arya Mandalika menjabat sebagai Panglima Perang merangkap Menteri Perlengkapan, terletak di Kampung Kroyo sebelum Kraton Kaibon Kec. Kasemen Kota Serang. Makam Sultan Pangeran Aspati/Mulyasmara, adalah salah seorang tokoh agama islam di Banten yang diperkirakan berasal dari Masyarakat Baduy yang masuk islam dan mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Banten. Terletak di Desa Kasunyatan Kec. Kasemen Kota Serang.
Makam Pangeran Jaga Laut
Adalah Putera Sultan Banten dari isteri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah satu Ulama Besar Banten, yang menyebarkan islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Desa Kronjo.
Makam Syekh Muhamad Sholeh bin Abdurohman atau lebih dikenal dengan penjiarahan Gunung Santri terletak di atas Puncak Gunung Santri di Kec. Bojonegara Kab. Serang, terletak disebelah Barat Laut Daerah Pantai Utara, 25 Km dari Kota Serang atau sekitar 7 Km dari Kota Cilegon.
Makam Arya Wangsakara, makam ini berada di Kampung Lengkong
Sumedang/Lengkong Santri, Desa Pagedangan Kec. Curug. Nama Tokoh utama yang dimakamkan di Komplek makam ini adalah Raden Aria Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran Cucu Pucuk Umum dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Aria Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak Ibu berasal dari Banten.
Sejarah Banten
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan Kota Pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan Masyarakat yang terbuka dan Makmur. Banten juga merupakan bagian dari Kerajaan tarumanagara. Salah satu Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti CidangHiyang atau Prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak ditepi CidangHiyang, Kec. Munjul, Pandeglang, Banten.
Prasasti ini baru ditemukan Tahun 1947 atau berisi dua baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi Prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara akibat serangan Kerajaan Sriwijaya, kekuasaan dibagian Barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda.
Banten menjadi salah satu Pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten Adalah salah satu Pelabuhan Kerajaan itu selain Pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (tangerang), Kalapa dan Cimanuk.
Sejarah Masjid Agung Sunan Ampel
Masjid Ampel adalah sebuah masjid kuno yang terletak di kelurahan Ampel, kecamatan Semampir, kota Surabaya, Jawa Timur.
Sunan Ampel datang ke Jawa pada tahun 1421 M untuk menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419. Setelah wafat Malik Ibrahim tahun 1419 M, di Gresik, berfikirlah Maulana Ishaq untuk mendatangkan saudaranya sebapak yaitu cucu raja Campa yang bernama M.Ali Rahmatullah. Setelah berunding dengan wali- wali lain dan mereka menyetujui, berangkatlah Maulana Ishaq ke Campa.
Sesampai di Campa, berundinglah Maulana Ishaq dengan raja Campa. Raja Campa sangat menyetujui rencana Maulana Ishaq itu. Lalu diberangkatkan serombongan utusan persahabatan dari Campa kepada raja Majapahit.
Betapa gembiranya raja Majapahit menerima rombongan itu, karena raja Majapahit mendapat putri raja Campa yang sangat cantik dan halus budinya untuk dijadikan istri. Maka diadakan jamuan perkawinan raja Brawijaya dengan putri Campa.
Masjid Ampel didirikan tahun 1421 oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah seluas 120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel), Kecamatan Semampir Surabaya atau sekitar 2 km ke arah Timur Jembatan Merah. Tidak disebut kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini. Sunan Ampel juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Sejak tahun 1972 Kawasan Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan menjadi tempat wisata religi oleh Pemkot Surabaya.
Ampel adalah sebuah kawasan di bagian utara Kota Surabaya dimana mayoritas penduduknya merupakan etnis Arab. Di kawasan ini kental dengan suasana Timur Tengah dan pasarnya yang menjual barang dan makanan khas Timur Tengah. Pusat kawasan Ampel adalah Masjid Ampel yang terletak di Jalan Ampel Suci 45 atau Jl. Ampel Masjid 53 dan didirikan pada abad ke-15. kawasan Ampel merupakan salah satu daerah kunjungan wisata religi di Surabaya. Apabila Anda ingin berbelanja barang atau makanan khas Timur Tengah maka datanglah ke Masjid Ampel.
Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami. Masjid ini masih dipengaruhi dengan alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha lewat arsitektur bangunannya. Di masjid inilah saat itu sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan wali dari berbagai daerah di Jawa untuk membicarakan ajaran Islam sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.
Masjid Ampel berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jawa Timur dan diyakini memiiki 'karomah'. Seperti disebut dalam cerita masyarakat, saat pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat dari berbagai arah dan menghancurkan kota Surabaya namun tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada Masjid Ampel bahkan seolah tidak terusik.
Sunan Ampel adalah salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah merupakan seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat. Sunan Ampel diperkirakan lahir tahun 1401 di Champa, Kamboja. Sejarah mencatat, Sunan Ampel adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi. Salah satu Raja Champa yang yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur. Saat berusia 20 tahun, Raden Rachmat memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa, tepatnya di Surabaya yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut itu. Di usianya 20 tahun, Sunan Ampel sudah dikenal pandai dalam ilmu agama, bahkan dipercaya Raja Brawijaya untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya.
Tugas khususnya adalah untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Untuk itu Raden Rachmat dipinjami oleh Raja Majapahit berupa tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya untuk syiar agama Islam. Karena tempatnya itulah, Raden Rachmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel. Sunan Ampel memimpin dakwah di Surabaya dan bersama masyarakat sekitar membangun masjid untuk media dakwahnya yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel. Di tempat inilah Sunan Ampel menghabiskan masa hidupnya hingga wafat tahun 1481 dan makamnya terletak di sebelah kanan depan masjid Ampel.
Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya hingga kini. Saat ini Masjid Ampel ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Pertama kali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel adalah almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Sepeninggal KH Nawawi Muhammad hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi Nawawi
Mengenai Masjid Ampel sendiri ternyata ada dua. Masjid Ampel yang didirikan Sunan Ampel berukuran kecil dan terletak di sebelah timur. Mudahnya, Masjid Ampel yang asli memiliki genting berwarna coklat tua dan terletak bersebelahan dengan Pasar cinderamata. Sedangkan Masjid Ampel yang baru memiliki genting bewarna merah cerah, berukuran lebih besar dan langsung berhadapan dengan pasar cinderamata.
Sunan Ampel datang ke Jawa pada tahun 1421 M untuk menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419. Setelah wafat Malik Ibrahim tahun 1419 M, di Gresik, berfikirlah Maulana Ishaq untuk mendatangkan saudaranya sebapak yaitu cucu raja Campa yang bernama M.Ali Rahmatullah. Setelah berunding dengan wali- wali lain dan mereka menyetujui, berangkatlah Maulana Ishaq ke Campa.
Sesampai di Campa, berundinglah Maulana Ishaq dengan raja Campa. Raja Campa sangat menyetujui rencana Maulana Ishaq itu. Lalu diberangkatkan serombongan utusan persahabatan dari Campa kepada raja Majapahit.
Betapa gembiranya raja Majapahit menerima rombongan itu, karena raja Majapahit mendapat putri raja Campa yang sangat cantik dan halus budinya untuk dijadikan istri. Maka diadakan jamuan perkawinan raja Brawijaya dengan putri Campa.
Masjid Ampel didirikan tahun 1421 oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah seluas 120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel), Kecamatan Semampir Surabaya atau sekitar 2 km ke arah Timur Jembatan Merah. Tidak disebut kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini. Sunan Ampel juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Sejak tahun 1972 Kawasan Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan menjadi tempat wisata religi oleh Pemkot Surabaya.
Ampel adalah sebuah kawasan di bagian utara Kota Surabaya dimana mayoritas penduduknya merupakan etnis Arab. Di kawasan ini kental dengan suasana Timur Tengah dan pasarnya yang menjual barang dan makanan khas Timur Tengah. Pusat kawasan Ampel adalah Masjid Ampel yang terletak di Jalan Ampel Suci 45 atau Jl. Ampel Masjid 53 dan didirikan pada abad ke-15. kawasan Ampel merupakan salah satu daerah kunjungan wisata religi di Surabaya. Apabila Anda ingin berbelanja barang atau makanan khas Timur Tengah maka datanglah ke Masjid Ampel.
Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami. Masjid ini masih dipengaruhi dengan alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha lewat arsitektur bangunannya. Di masjid inilah saat itu sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan wali dari berbagai daerah di Jawa untuk membicarakan ajaran Islam sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.
Masjid Ampel berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jawa Timur dan diyakini memiiki 'karomah'. Seperti disebut dalam cerita masyarakat, saat pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat dari berbagai arah dan menghancurkan kota Surabaya namun tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada Masjid Ampel bahkan seolah tidak terusik.
Sunan Ampel adalah salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah merupakan seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat. Sunan Ampel diperkirakan lahir tahun 1401 di Champa, Kamboja. Sejarah mencatat, Sunan Ampel adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi. Salah satu Raja Champa yang yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur. Saat berusia 20 tahun, Raden Rachmat memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa, tepatnya di Surabaya yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut itu. Di usianya 20 tahun, Sunan Ampel sudah dikenal pandai dalam ilmu agama, bahkan dipercaya Raja Brawijaya untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya.
Tugas khususnya adalah untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Untuk itu Raden Rachmat dipinjami oleh Raja Majapahit berupa tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya untuk syiar agama Islam. Karena tempatnya itulah, Raden Rachmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel. Sunan Ampel memimpin dakwah di Surabaya dan bersama masyarakat sekitar membangun masjid untuk media dakwahnya yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel. Di tempat inilah Sunan Ampel menghabiskan masa hidupnya hingga wafat tahun 1481 dan makamnya terletak di sebelah kanan depan masjid Ampel.
Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya hingga kini. Saat ini Masjid Ampel ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Pertama kali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel adalah almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Sepeninggal KH Nawawi Muhammad hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi Nawawi
Mengenai Masjid Ampel sendiri ternyata ada dua. Masjid Ampel yang didirikan Sunan Ampel berukuran kecil dan terletak di sebelah timur. Mudahnya, Masjid Ampel yang asli memiliki genting berwarna coklat tua dan terletak bersebelahan dengan Pasar cinderamata. Sedangkan Masjid Ampel yang baru memiliki genting bewarna merah cerah, berukuran lebih besar dan langsung berhadapan dengan pasar cinderamata.
Unduh Contoh Format Surat Keputusan ( SK ) Kepala Sekolah
Unduh Contoh Format Surat Keputusan ( SK ) Kepala Sekolah
Contoh Format Surat Keputusan ( SK ) Kepala Sekolah - Merupakan Kumpulan dari beberapa Contoh Surat Keputusan ( SK ) Kepala Sekolah dengan Format File Microsoft Words.doc yang dapat diguankan sebagai referensi Di dalam sebuah lembaga terutama lembaga pendidikan sudah barang tentu banyak kegiatan-kegiatan, nah di dalam melaksanakan sebuah kegiatan tentu saja kita perlu mempersiapkan sebuah Surat Keputusan [SK] yang berfungsi sebagai badan hukum kegiatan.
Silahkan Unduh Contoh Surat Keputusan ( SK ) Kepala Sekolah ditautan di bawah ini :
- Kode Surat [DOWNLOAD]
- SK Pengadaan Tenaga Kependidikan [DOWNLOAD]
- SK Penerimaan Beasiswa [DOWNLOAD]
- SK bendahara Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Pelaksanaan Kegiatan Jambore [DOWNLOAD]
- SK Komite Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Pelaksanaan Kegiatan MOS [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan UTS [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan UUS [DOWNLOAD]
- SK Pelaksanaan Try Out [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan Ujian Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan Ujian Nasional [DOWNLOAD]
- SK Operator Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan Pesantren Kilat [DOWNLOAD]
- SK TIM Managemen Keuangan Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Kegiatan Pramuka PERSAMI [DOWNLOAD]
- SK Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru [DOWNLOAD]
- SK Penyusunan RKAS [DOWNLOAD]
- SK Penyusunan Kurikulum [DOWNLOAD]
- SK Penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal [KKM] [DOWNLOAD]
- SK Pengadaan Buku Sekolah [DOWNLOAD]
- SK Pelaksanaan Belajar Mengajar [DOWNLOAD]
Minggu, 21 Agustus 2016
Administrasi Guru POS KKG MGMP Format Words
Administrasi Guru POS KKG MGMP Format Words
Kumpulan Materi POS ( Prosedur Opersional Standar ) KKG dan MGMP - Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D-IV, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Selain itu, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, guru harus meningkatkan kompetensinya secara berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut, agar proses peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guru terprogram serta terlaksana dengan baik, diperlukan wadah pembinaan guru yang mandiri dan profesional.Wadah pembinaan guru yang sudah ada, yaitu Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk guru SD/MI/SDLB dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk guru SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, dan SMK/MAK saat ini masih belum berjalan dengan baik dan masih banyak menghadapi berbagai kendala. Agar kegiatan pembinaan guru di KKG dan MGMP lebih terarah, perlu disusun Rambu-rambu pengembangan dan penyelenggaraan KKG dan MGMP. Rambu-rambu tersebut terdiri atas 3 (tiga) buku, yaitu :
- Rambu-rambu Pengembangan Kegiatan KKG dan MGMP.
- Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan KKG dan MGMP.
- Prosedur Operasional Standar Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di KKG dan MGMP
[Preview File]
Tujuan disusunnya Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan KKG dan MGMP ini adalah untuk memberikan Rambu-rambu bagi para pengelola. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kinerja Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) telah disusun standar pengembangan KKG dan MGMP yang memuat 7 (tujuh) komponen pengembangan, yaitu:
(1) Organisasi,
(2) Program dan kegiatan,
(3) Sumber daya manusia,
(4) Sarana dan prasarana,
(5) Pengelolaan,
(6) Pembiayaan, serta
(7) Ppemantau-an dan evaluasi.
Semua itu tersaji dalam buku 1 yaitu Rambu-rambu Pengembangan Kegiatan KKG dan MGMP. Untuk mengoperasionalkan pengembangan kegiatan tersebut perlu disusun Buku 2 yaitu Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan KKG dan MGMP yang merupakan jabaran dari ketujuh komponen pengembangan kegiatan KKG dan MGMP di atas.
Untuk itu silahkan download file Kumpulan Materi POS KKG dan MGMP dibawah ini dalam bentuk FDP dan Words :
- Materi KKG dan MGMP versi PDF [Download File]
- Materi KKG dan MGMP versi Words [Download File]
- Rambu-rambu KKG dan MGMP format FDP [Download File]
- Rambu-rambu KKG dan MGMP format Ms Words [Download File]
Sumber : Sekolah Kita
Rabu, 10 Agustus 2016
Sejarah Candi Pawon Magelang
Candi pawon merupakan candi Buddha yang letaknya tidak jauh dari Candi Mendut dan Candi Borobudur. Nama lain dari Candi ini adalah Candi Brajanalan. Candi ini merupakan versi pendahuluan untuk Candi Borobudur.
Candi Pawon terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi Brajanalan ini lokasinya sekitar 2 km ke arah timur laut dari Candi Barabudhur dan 1 km ke arah tenggara dari Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Barabudhur yang berada pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Barabudhur.
Menurut Casparis, Candi Pawon merupakan tempat penimpanan abu jenazah Raja Indra ( 782 - 812 M ), ayah Raja Samarrattungga dari Dinasti Syailendra. Nama "Pawon" sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata pawuan yang berarti tempat menyimpan awu (abu). Dalam ruangan di tubuh Candi Pawon, diperkirakan semula terdapat Arca Bodhhisatwa, sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Indra yang dianggap telah mencapai tataran Bodhisattva, maka dalam candi ditempatkan arca Bodhisatwva. Dalam Prasasti Karang Tengah disebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan wajra (sinar). Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattwa tersebut dibuat dari perunggu.
Batur candi setinggi sekitar 1,5 m berdenah dasar persegi empat, namun tepinya dibuat berliku-liku membentuk 20 sudut. Dinding batur dihiasi pahatan dengan berbagai motif, seperti bunga dan sulur-suluran. Berbeda dengan candi Buddha pada umumnya, bentuk tubuh Candi Pawon ramping seperti candi Hindu.
Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi terletak di sisi barat. Di atas ambang pintu terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah.Tangga menuju selasar dilengkapi dengan pipi tangga dengan pahatan pada dinding luarnya. Hiasan kepala naga di pangkal pipi tangga sudah rusak. Ruangan dalam tubuh candi saat ini berada dalam keadaan kosong, namun pada lantai terlihat bekas yang menunjukkan bahwa tadinya terdapat arca di tempat tersebut.
Pada dinding bagian depan candi, di sebelah utara dan selatan pintu masuk, terdapat relung yang berisi pahatan yang menggambarkan Kuwera (Dewa Kekayaan) dalam posisi berdiri. Pahatan yang terdapat di selatan pintu sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi wujud aslinya. Pahatan yang di utara pintu relatif masih utuh, hanya bagian kepala saja yang sudah hancur.
Pada dinding utara dan selatan candi terdapat relief yang sama, yaitu yang menggambarkan Kinara dan Kinari, sepasang burung berkepala manusia, berdiri mengapit pohon kalpataru yang tumbuh dalam sebuah jambangan. Di sekeliling pohon terletak beberapa pundi-pundi uang. Di langit tampak sepasang manusia yang sedang terbang. Di bagian atas dinding terdapat sepasang jendela kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Di antara kedua lubang ventilasi tersebut terdapat pahatan kumuda.
Atap candi berbentuk persegi bersusun dengan hiasan beberapa dagoba (kubah) kecil di masing-masing sisinya. Puncak atap dihiasi dengan sebuah dagoba yang lebih besar.
Demikianlah ulasan tentang Sejarah Candi Pawon Magelang, semoga bisa bermanfaat bagi anda semua.
Candi Pawon terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi Brajanalan ini lokasinya sekitar 2 km ke arah timur laut dari Candi Barabudhur dan 1 km ke arah tenggara dari Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Barabudhur yang berada pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Barabudhur.
Menurut Casparis, Candi Pawon merupakan tempat penimpanan abu jenazah Raja Indra ( 782 - 812 M ), ayah Raja Samarrattungga dari Dinasti Syailendra. Nama "Pawon" sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata pawuan yang berarti tempat menyimpan awu (abu). Dalam ruangan di tubuh Candi Pawon, diperkirakan semula terdapat Arca Bodhhisatwa, sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Indra yang dianggap telah mencapai tataran Bodhisattva, maka dalam candi ditempatkan arca Bodhisatwva. Dalam Prasasti Karang Tengah disebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan wajra (sinar). Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattwa tersebut dibuat dari perunggu.
Candi Pawon
Sumber: https://www.google.com/
Batur candi setinggi sekitar 1,5 m berdenah dasar persegi empat, namun tepinya dibuat berliku-liku membentuk 20 sudut. Dinding batur dihiasi pahatan dengan berbagai motif, seperti bunga dan sulur-suluran. Berbeda dengan candi Buddha pada umumnya, bentuk tubuh Candi Pawon ramping seperti candi Hindu.
Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi terletak di sisi barat. Di atas ambang pintu terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah.Tangga menuju selasar dilengkapi dengan pipi tangga dengan pahatan pada dinding luarnya. Hiasan kepala naga di pangkal pipi tangga sudah rusak. Ruangan dalam tubuh candi saat ini berada dalam keadaan kosong, namun pada lantai terlihat bekas yang menunjukkan bahwa tadinya terdapat arca di tempat tersebut.
Pada dinding bagian depan candi, di sebelah utara dan selatan pintu masuk, terdapat relung yang berisi pahatan yang menggambarkan Kuwera (Dewa Kekayaan) dalam posisi berdiri. Pahatan yang terdapat di selatan pintu sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi wujud aslinya. Pahatan yang di utara pintu relatif masih utuh, hanya bagian kepala saja yang sudah hancur.
Pada dinding utara dan selatan candi terdapat relief yang sama, yaitu yang menggambarkan Kinara dan Kinari, sepasang burung berkepala manusia, berdiri mengapit pohon kalpataru yang tumbuh dalam sebuah jambangan. Di sekeliling pohon terletak beberapa pundi-pundi uang. Di langit tampak sepasang manusia yang sedang terbang. Di bagian atas dinding terdapat sepasang jendela kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Di antara kedua lubang ventilasi tersebut terdapat pahatan kumuda.
Atap candi berbentuk persegi bersusun dengan hiasan beberapa dagoba (kubah) kecil di masing-masing sisinya. Puncak atap dihiasi dengan sebuah dagoba yang lebih besar.
Demikianlah ulasan tentang Sejarah Candi Pawon Magelang, semoga bisa bermanfaat bagi anda semua.
Sejarah Candi Mendut Magelang
Candi Mendut merupakan candi kedua terbesar di daerah Kedu setelah Borobudur. Candi ini terletak di desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang, berjarak sekitar 38 km ke arah barat laut kota Yogyakarta dan 3 km dari Candi Borobudur. Candi Mendut merupakan pintu masuk ke tiga serangkai candi ini, terletak di pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo. Berlawanan dengan candi-candi lain yang umumnya menghadap ke timur, jalan masuk Candi Mendut menghadap ke arah barat. Mungkin berhubungan dengan harapan pembangun candi agar menerima wahyu sebagaimana sang Buddha di arah barat di Taman Rusa di Benares.
Candi Mendut, menurut ahli prasasti, disebutkan dalam prasasti-Karangtengah (dekat Temanggung) dengan nama Venu Vana Mandira yang artinya candi di tengah rumpun bambu. Candi Mendut memiliki panjang 13,7 meter dan lebar 13,7 meter, sedangkan tingginya 26,5 meter. Candi ini ditemukan pada tahun 1834 oleh para seradu Belanda, dan direstorasi pada tahun 1897-1904. Para ahli menduga Candi Mendut didirikan pada tahun 784-792 Masehi oleh Raja Indra, ayah Raja Samaratungga.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Candi Mendut didirikan oleh Raja Samaratungga sendiri yang beragama Buddha dibantu oleh bawahannya Rakai Garut yang beragama Hindu sebagai perlambang bagus dan harmonisnya hubungan antar agama pada masa itu di kalangan masyarakat Jawa Kuno. Sewaktu candi ini dipugar, ditemukan bahwa Candi Mendut dibangun di atas candi lain peninggalan agama Hindu. Casparis menduga Candi Mendut dibangun untuk memuliakan leluhur raja-raja Syailendra. Pendapat lain mengatakan bahwa Candi Mendut dibangun untuk mengenang kotbah pertama Sang Buddha di Taman Rusa di Benares.
Letaknya yang sangat strategis membuat candi mendut cukup ramai dikunjungi para wisatawan domestik dan mancanegara setiap hari. Pada hari raya Waisak, candi Mendut akan sangat ramai sekali karena candi ini merupakan pusat prosesi awal acara peringatan Waisak sebelum prosesi bergerak menuju candi Borobudur.
Sejarah Candi Mendut
Sejarah Candi Mendut belumlah jelas karena sampai saat ini sebenarnya belum ada data yang akurat mengenai waktu persisnya candi mendut dibangun. Namun berdasarka beberapa penelitian arkeologi kemungkinan besar candi mendut didirikan pada tahun 824 Masehi. Tidak ada bukti sejarah Candi Mendut yang ditemukan di lokasi candi mendut yang menyebutkan tahun pembuatan candi ini.
Namun pada suatu ketika ada seorang arkeolog Belanda bernama J.G. de Casparis menyebutkan bahwa pada Prasasti yang ditemukan di desa Karang Tengah yang ditemukan dan berangka tahun 824 Masehi, disana disebutkan bahwa Raja Indra telah membangun sebuah bangunan suci bernama Venuwana.
Oleh Casparis kata venuwana diartikan sebagai hutan bambu. Hutan bambu ini kemudian diperkirakan adalah kawasan desa Mendut yang pada waktu itu masih berupa hutan bambu. Maka lalu disimpulkan bahwa bangunan suci yang dibangun Raja Indra dari dinasti Syailendra tersebut adalah Candi Mendut. Dan menurut perkiraan, sejarah candi mendut ini usianya jauh lebih tua dari Candi Borobudur.
Sejarah Candi Mendut Dan Penemuannya Kembali
Candi mendut dibangun dengan menggunakan batu bata yang dicampur dengan batu andesit yang sangat kokoh. Candi Budha yang satu ini memiliki ketinggian 26,4 meter, dan berdiri pada sebuah batur setinggi 2 meter yang permukaannya dilengkapi dengan langkan.
Candi ini terdiri dari satu buah bangunan utama yang cukup besar dengan ruangan di dalamnya. Untuk dapat memasuki ruangan dalam candi, di depan pintu masuk terdapat tangga naik ke dalam candi yang menghadap ke barat.
Di dalam candi terdapat 3 buah arca Budha berukuran cukup besar yang sampai saat ini masih terawat dengan baik yaitu :
Hampir semua bagian candi dapat kita temui relief-relief indah dengan berbagai ukuran dan cerita. Semua cerita pada relief candi menggambarkan kehidupan. Ada cerita tentang kehidupa Budha, dan cerita lainnya.
Sejarah Candi Mendut dan daya tarik Wisata
Sebagai salah satu candi Budha yang memiliki peranan penting, sejarah candi mendut merupakan salah satu yang wajib dikunjungi oleh wisatawan, terutama mereka yang juga mengunjungi Candi Borobudur tidak boleh melewatkan candi yang satu ini. Selain letaknya yang sangat dekat, namun juga keindahannya patut diperhitungkan.
Pada hari raya Waisak candi ini akan menjadi sangat ramai sekali dan penuh sesah oleh para wisatawan. Hal ini karena pada hari raya Waisak biasanya umat Budha terutama para Bhiksu akan memadati candi ini untuk mengadakan prosesi perayaan Waisak.
Prosesi Waisak akan dimulai pada 1 hari sebelum hari waisak dengan pengambilan air dari beberapa sumber mata air suci di sekitar candi. Kemudian mulai malam hari semua pemuka agama Budha akan berkumpul di candi mendut untuk berdoa. Proses ini akan berlangsung sampai keesokan harinya.
Tepat pada hari raya Waisak seluruh umat Budha dan para Bhiksu akan mengadakan pawai arak-arakan dengan berjalan kaki menuju candi Borobudur. Dan pada akhirnya di candi Borobudur inilah puncak prosesi upacara Waisak akan digelar hingga selesai.
Perlu dijadikan catatan bahwa tepat pada saat prosesi upacara Waisak, candi Mendut dan candi Borobudur akan ditutup untuk umum. Para pengunjung dan wisatawan tidak akan diperkenankan masuk ke area candi. Jadi bila ingin mengunjungi candi-candi ini, pastikan sebelumnya untuk melihat kalender. Jangan sampai sudah jauh-jauh mengunjungi candi mendut , ternyata tidak boleh masuk.
Namun selain bangunan candi itu sendiri, sebenarnya prosesi perarakan upacara Waisak juga sangat layak untuk ditonton sebagai wisata sejarah candi mendut. Pada saat hari raya Waisak ini justru pengunjung candi mendut biasanya sangat membludak penuh dengan wisatawan domestik, dan terlebih wisatawan mancanegara. Demikianlah ulasan tentang Sejarah Candi Mendut Magelang, semoga bermanfaat bagi anda semua.
Candi Mendut, menurut ahli prasasti, disebutkan dalam prasasti-Karangtengah (dekat Temanggung) dengan nama Venu Vana Mandira yang artinya candi di tengah rumpun bambu. Candi Mendut memiliki panjang 13,7 meter dan lebar 13,7 meter, sedangkan tingginya 26,5 meter. Candi ini ditemukan pada tahun 1834 oleh para seradu Belanda, dan direstorasi pada tahun 1897-1904. Para ahli menduga Candi Mendut didirikan pada tahun 784-792 Masehi oleh Raja Indra, ayah Raja Samaratungga.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Candi Mendut didirikan oleh Raja Samaratungga sendiri yang beragama Buddha dibantu oleh bawahannya Rakai Garut yang beragama Hindu sebagai perlambang bagus dan harmonisnya hubungan antar agama pada masa itu di kalangan masyarakat Jawa Kuno. Sewaktu candi ini dipugar, ditemukan bahwa Candi Mendut dibangun di atas candi lain peninggalan agama Hindu. Casparis menduga Candi Mendut dibangun untuk memuliakan leluhur raja-raja Syailendra. Pendapat lain mengatakan bahwa Candi Mendut dibangun untuk mengenang kotbah pertama Sang Buddha di Taman Rusa di Benares.
Letaknya yang sangat strategis membuat candi mendut cukup ramai dikunjungi para wisatawan domestik dan mancanegara setiap hari. Pada hari raya Waisak, candi Mendut akan sangat ramai sekali karena candi ini merupakan pusat prosesi awal acara peringatan Waisak sebelum prosesi bergerak menuju candi Borobudur.
Baca juga : Sejarah Bangunan Candi Prambanan Yogyakarta
Sejarah Candi Mendut
Sejarah Candi Mendut belumlah jelas karena sampai saat ini sebenarnya belum ada data yang akurat mengenai waktu persisnya candi mendut dibangun. Namun berdasarka beberapa penelitian arkeologi kemungkinan besar candi mendut didirikan pada tahun 824 Masehi. Tidak ada bukti sejarah Candi Mendut yang ditemukan di lokasi candi mendut yang menyebutkan tahun pembuatan candi ini.
Namun pada suatu ketika ada seorang arkeolog Belanda bernama J.G. de Casparis menyebutkan bahwa pada Prasasti yang ditemukan di desa Karang Tengah yang ditemukan dan berangka tahun 824 Masehi, disana disebutkan bahwa Raja Indra telah membangun sebuah bangunan suci bernama Venuwana.
Oleh Casparis kata venuwana diartikan sebagai hutan bambu. Hutan bambu ini kemudian diperkirakan adalah kawasan desa Mendut yang pada waktu itu masih berupa hutan bambu. Maka lalu disimpulkan bahwa bangunan suci yang dibangun Raja Indra dari dinasti Syailendra tersebut adalah Candi Mendut. Dan menurut perkiraan, sejarah candi mendut ini usianya jauh lebih tua dari Candi Borobudur.
Candi Mendut
Sumber: https://www.google.com/
Sejarah Candi Mendut Dan Penemuannya Kembali
- Sejarah Candi Mendut - Penemuan.
Candi mendut telah terkubur dengan tanah pada saat ditemukan pada tahun 1836. Kemudian dilakukanlah penggalian besar-besaran untuk membuka kembali candi mendut secara keseluruhan. Setelah digali semua bagian dari candi dapat ditemukan semua kecuali bagian atap candi yang tidak ditemukan. - Sejarah Candi Mendut - Pemugaran pertama.
Pada sekitar tahun 1897-1904 pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu melakukan pemugaran candi yang pertama. Pada proses pemugaran itu candi dapat direkonstruksi dengan baik termasuk bagian atapnya yang hilang. Namun hasil yang didapatkan pada pemugaran pertama ini dirasakan masih belum sempurna. - Sejarah Candi Mendut - Pemugaran kedua.
Lalu dimulailah lagi proses pemugaran kedua yang dilaksanakan pada tahun 1908 yang waktu itu dipimpin oleh Theodoor Van Erp. Pemugaran kedua ini pemerintah Hindia Belanda memfokuskan pada perbaikan bentuk dan pnyempurnaan atap candi, serta pemasangan kembali stupa-stupa. Karena keterbatasan dana pada saai itu pemugaran kedua ini sempat berhenti beberapa saat, tapi kembali diteruskan pada tahun 1925 sampai selesai.
Candi mendut dibangun dengan menggunakan batu bata yang dicampur dengan batu andesit yang sangat kokoh. Candi Budha yang satu ini memiliki ketinggian 26,4 meter, dan berdiri pada sebuah batur setinggi 2 meter yang permukaannya dilengkapi dengan langkan.
Candi ini terdiri dari satu buah bangunan utama yang cukup besar dengan ruangan di dalamnya. Untuk dapat memasuki ruangan dalam candi, di depan pintu masuk terdapat tangga naik ke dalam candi yang menghadap ke barat.
Di dalam candi terdapat 3 buah arca Budha berukuran cukup besar yang sampai saat ini masih terawat dengan baik yaitu :
- Budha Sakyamuni.
Disebut pula Budha yang sedang berkotbah, terletak di tengah tepat di depan pintu masuk dalam candi atau menghadap ke barat. Patung Budha Sakyamuni adalah patung Budha dengan posisi tangan seperti sedang memberi wejangan atau nasehat. - Bodhisattva Avalokiteswara.
Terletak di sebelah kanan arca Budha sakyamuni, dan menghadap ke selatan. Arca ini berbentuk Arca Budha dengan posisi duduk dengan kaki kiri dilipat dan kaki kanan menjuntai ke bawah dan menginjak bunga teratai. - Maitreya.
Arca Maitreya terletak di bagian kiri arca Bodhisattva Avalokiteswara dan menghadap ke utara. Posisi arca digambarkan sedang duduk dengan sikap tangan simhakarnamudra dengan jari-jari tertutup.
Baca juga : Sejarah Candi Gedong Songo Semarang
Hampir semua bagian candi dapat kita temui relief-relief indah dengan berbagai ukuran dan cerita. Semua cerita pada relief candi menggambarkan kehidupan. Ada cerita tentang kehidupa Budha, dan cerita lainnya.
Sejarah Candi Mendut dan daya tarik Wisata
Sebagai salah satu candi Budha yang memiliki peranan penting, sejarah candi mendut merupakan salah satu yang wajib dikunjungi oleh wisatawan, terutama mereka yang juga mengunjungi Candi Borobudur tidak boleh melewatkan candi yang satu ini. Selain letaknya yang sangat dekat, namun juga keindahannya patut diperhitungkan.
Pada hari raya Waisak candi ini akan menjadi sangat ramai sekali dan penuh sesah oleh para wisatawan. Hal ini karena pada hari raya Waisak biasanya umat Budha terutama para Bhiksu akan memadati candi ini untuk mengadakan prosesi perayaan Waisak.
Prosesi Waisak akan dimulai pada 1 hari sebelum hari waisak dengan pengambilan air dari beberapa sumber mata air suci di sekitar candi. Kemudian mulai malam hari semua pemuka agama Budha akan berkumpul di candi mendut untuk berdoa. Proses ini akan berlangsung sampai keesokan harinya.
Tepat pada hari raya Waisak seluruh umat Budha dan para Bhiksu akan mengadakan pawai arak-arakan dengan berjalan kaki menuju candi Borobudur. Dan pada akhirnya di candi Borobudur inilah puncak prosesi upacara Waisak akan digelar hingga selesai.
Perlu dijadikan catatan bahwa tepat pada saat prosesi upacara Waisak, candi Mendut dan candi Borobudur akan ditutup untuk umum. Para pengunjung dan wisatawan tidak akan diperkenankan masuk ke area candi. Jadi bila ingin mengunjungi candi-candi ini, pastikan sebelumnya untuk melihat kalender. Jangan sampai sudah jauh-jauh mengunjungi candi mendut , ternyata tidak boleh masuk.
Namun selain bangunan candi itu sendiri, sebenarnya prosesi perarakan upacara Waisak juga sangat layak untuk ditonton sebagai wisata sejarah candi mendut. Pada saat hari raya Waisak ini justru pengunjung candi mendut biasanya sangat membludak penuh dengan wisatawan domestik, dan terlebih wisatawan mancanegara. Demikianlah ulasan tentang Sejarah Candi Mendut Magelang, semoga bermanfaat bagi anda semua.
Sabtu, 06 Agustus 2016
Sejarah Masjid Bonang Rembang
Sebuah masjid yang terletak di daerah Lasem, Rembang, Jawa Tengah dipercaya sebagai masjid pertama yang dibuat oleh Sunan Bonang setelah beliau mendapatkan kewaliannya. Konon, masjid besar itu dibuat oleh Sunan Bonang dalam waktu semalam. Karena bertuah, masjid Bonang banyak didatangi pengunjung, baik dari kalangan manusia maupun mahkluk halus atau jin.
Masyarakat Lasem biasa menyebut masjid Bonang dengan istilah Omah Gede (rumah besar). Disebut demikian karena bangunan besar ini, pada awalnya terletak di tengah-tengah hutan Alas Kemuning. Posisinya yang berada di tengah hutan ternyata mengundang minat masyarakat setempat untuk menjenguk Omah Gede.
Setelah mengetahui bila pemilik Omah Gede adalah seorang pemuka agama (Sunan Bonang) maka banyak masyarakat yang mendatangi masjid tersebut, khususnya untuk belajar tentang agama Islam. Pada mulanya, pengunjung masjid Bonang hanyalah masyarakat sekitar Lasem.
Lama kelamaan, jumlah pengunjungnya meningkat dan makin menyebar. Tidak hanya dari wilayah Jawa saja, kabarnya santri di masjid Bonang ada yang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatra. Konon, Sultan Machmud, raja Minanhkabau belajar agama di masjid ini, sampai beliau wafat. Oleh masyarakat Bonang, Sultan Machmud dimakamkan di daerahnya. Sekarang, makam itu lebih dikenal dengan sebutan makam Mbah Jejeruk.
Meski masjid Bonang pernah dipugar, tetapi sisa-sisa kekeramatannya masih terlihat. Sumur yang ada di samping masjid, dikabarkan masih asli. Di dekat masjid itupun ada makam yang dipercaya sebagai makam Mbah Sarido, imam masjid tersebut beserta keluarganya.
Menurut cerita, keangkeran masjid ini dapat dirasakan oleh sejumlah penduduk, sehingga tidak ada yang berani berbuat seenaknya sendiri. Kabarnya, seorang jemaah masjid pernah tidur di dalam masjid ini. Namun, ketika ia bangun, ia sudah berada di dekat salah satu makam yang ada di samping masjid.
Berdasarkan penuturan masyarakat, jemaah masjid ini bukan hanya kalangan manusia. Konon, banyak pula bangsa jin yang menjalankan ibadahnya di masjid Sunan Bonang. Agaknya, mereka pun ingin mendapatkan karomah dari masjid ini.
Masyarakat Lasem biasa menyebut masjid Bonang dengan istilah Omah Gede (rumah besar). Disebut demikian karena bangunan besar ini, pada awalnya terletak di tengah-tengah hutan Alas Kemuning. Posisinya yang berada di tengah hutan ternyata mengundang minat masyarakat setempat untuk menjenguk Omah Gede.
Setelah mengetahui bila pemilik Omah Gede adalah seorang pemuka agama (Sunan Bonang) maka banyak masyarakat yang mendatangi masjid tersebut, khususnya untuk belajar tentang agama Islam. Pada mulanya, pengunjung masjid Bonang hanyalah masyarakat sekitar Lasem.
Lama kelamaan, jumlah pengunjungnya meningkat dan makin menyebar. Tidak hanya dari wilayah Jawa saja, kabarnya santri di masjid Bonang ada yang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatra. Konon, Sultan Machmud, raja Minanhkabau belajar agama di masjid ini, sampai beliau wafat. Oleh masyarakat Bonang, Sultan Machmud dimakamkan di daerahnya. Sekarang, makam itu lebih dikenal dengan sebutan makam Mbah Jejeruk.
Meski masjid Bonang pernah dipugar, tetapi sisa-sisa kekeramatannya masih terlihat. Sumur yang ada di samping masjid, dikabarkan masih asli. Di dekat masjid itupun ada makam yang dipercaya sebagai makam Mbah Sarido, imam masjid tersebut beserta keluarganya.
Menurut cerita, keangkeran masjid ini dapat dirasakan oleh sejumlah penduduk, sehingga tidak ada yang berani berbuat seenaknya sendiri. Kabarnya, seorang jemaah masjid pernah tidur di dalam masjid ini. Namun, ketika ia bangun, ia sudah berada di dekat salah satu makam yang ada di samping masjid.
Berdasarkan penuturan masyarakat, jemaah masjid ini bukan hanya kalangan manusia. Konon, banyak pula bangsa jin yang menjalankan ibadahnya di masjid Sunan Bonang. Agaknya, mereka pun ingin mendapatkan karomah dari masjid ini.