Author : UnknownTidak ada komentar
فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُون
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka memesonamu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengannya untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan melaya
ng nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah [9]: 55)
Muqaddimah
Imam Qatadah menafsirkan, penggalan ayat tersebut merupakan susunan kalimat yang dikedepankan dan diakhirkan. Asal ayat itu kira-kira begini: maka janganlah harta dan anak-anak mereka memesonamu dalam kehidupan dunia. Sesungguhnya Allah hendak menyiksa mereka dengannya di akhirat.
Imam al-Hasan al-Basri menjelaskan, Allah menyiksa mereka karena menolak zakat dan tidak menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Hal senada juga dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Pesona Dunia
Sejak dulu harta telah memiliki daya pesona tersendiri. Apalagi zaman sekarang, siapa yang tak terpesona dengan harta. Di berbagai negara, harta bahkan menjadi simbol suatu kesuksesan. Bangsa China misalnya, memandang kesuksesan itu ada tiga: umur panjang (shio), harta yang banyak (hok) dan kekuasaan yang tinggi (lok). Bangsa Amerika memaknai kesuksesan itu sebagai: kekuatan (power), kedudukan (position) dan kekayaan (property). Sedang bangsa Indonesia banyak yang memandang kesuksesan itu ditandai dengan tiga T: harta, tahta, dan wanita.
Segala urusan jadi mudah jika banyak harta. Misalnya, gampang membeli setiap kebutuhan hidup, rumah luas dan megah, juga bisa memakai kendaraan yang mewah dan berlibur ke luar negeri. Mereka yang memiliki harta banyak bisa membeli apa pun. Bahkan jabatan, hukum dan penguasa juga bisa dibeli.
Kaya harta menjadi impian banyak orang. Yang sudah kaya saja masih ingin menambah lebih kaya lagi, apalagi yang kekurangan kadang membuat lupa diri dan nekat berbuat jahat. Semua itu karena terpesona keindahan dunia.
Dampak Dunia
Harta memang menyenangkan, tapi jangan lupa ia juga bisa menyusahkan. Betapa banyak orang yang setelah mendapat harta yang diinginkan masih saja galau. Harta yang tadinya dianggap mampu membahagiakan itu, karena tidak benar cara menggunakannya malah menyengsarakan dirinya.
Harta memang diperlukan, tetapi jika harta menjadi tujuan, maka orang akan diperbudak harta. Harta menjadi jalan kesombongan dan pelampiasan hawa nafsu, tapi bukan sebagai alat beramal saleh. Harta yang hanya untuk kesombongan dan kemewahan merupakan jalan setan. Karena itu, banyaknya harta tidak selalu identik dengan kemuliaan.
Adakalanya harta yang banyak itu membuat pemiliknya kian berat menanggung siksa. Pada saat seperti ini harta telah menjadi penyakit di hati. Pada hakikatnya harta dan anak-anak yang demikian itu bukan lagi nikmat tetapi azab.
Ada juga yang mencari harta dengan cara menyalahgunakan kekuasaan. Jumlah yang didapatkan bermiliar-miliar. Mereka yang kebagian mungkin merasa beruntung, tetapi harta dari cara yang haram itu tak bisa digunakan apa-apa kecuali berakibat keburukan. Seiring berputarnya waktu maka bau busuk pun tercium. Awalnya gembira tapi kini menjadi gelisah karena dikejar-kejar petugas (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bisa jadi, impian hidup bermewah-mewah berbalik menjadi meringkuk di balik jeruji besi.
Bagi mereka yang masih bisa berkelit jangan merasa beruntung. Sebab, jika maut menjemput justru akan menghadapi mahkamah Ilahi. Di penjara dunia orang sudah ketakutan apalagi di “penjara akhirat”. Masihkah kita di dunia yang sementara ini terpesona dengan harta kekayaan yang membawa bencana seperti itu?
Arif Memandang Dunia
Harta dunia memang tampak indah dan menyenangkan. Tetapi sekali lagi, jangan terpesona dengan dunia ini. Apalagi melihat seolah dengan harta yang banyak itu tanda bahwa hidup ini akan diridhai Allah.
Orang yang kaya harta adalah juga kehendak Allah. Tanpa kehendak-Nya usaha sekeras apa pun tak akan bisa diraihnya. Tetapi beda antara dikehendaki dan diridhai. Seorang yang dikehendaki kaya bisa diridhai dan bisa juga tidak. Tanpa ridha-Nya, harta tidak akan berkah. Banyaknya tidak memberikan kebaikan, malah yang terjadi justru keburukan bagi anak dan keluarganya. Seseorang yang kayanya mendapat ridha Allah maka hartanya akan berkah dan keluarganya pun sakinah mawaddah wa rahmah serta bermanfaat untuk banyak orang. Ia mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Tentu saja yang terakhir inilah yang kita usahakan.
Cara pandang kita tentang harta dunia harus tepat. Kita senantiasa berdoa dengan memohon bimbingan-Nya agar motivasi kaya jangan didominasi hawa nafsu. Dan, pastikan bahwa harta adalah alat untuk meraih ridha Allah. Mari menjemput rezeki-Nya dengan cara yang halal dan digunakan sebanyak-banyaknya untuk meraih ridha-Nya. Banyak atau sedikit harta yang kita miliki akan bermakna bila telah kita infakkan di jalan Allah. Bahkan, malaikat pun akan mendoakan keberkahan kepada kita.
“Tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun. Yang satu berdoa: ‘Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.’ Malaikat yang satu lagi berdoa: ‘Ya Allah, timpakan kerusakan (kemusnahan) bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya).’ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Harta yang berkah kian bertambah manfaatnya. Sebaliknya kalau kita bakhil maka harta akan kehilangan keberkahannya dan rezeki pun terasa sempit. Itulah teguran Allah supaya kembali kepada-Nya dengan bersedekah. Bila seseorang telah melanggar aturan-Nya seperti tidak berzakat namun rezeki tetap didapat dengan mudah, maka waspadalah. Jangan terpesona dan merasa aman. Boleh jadi, bertambahnya kekayaan itu akan semakin memberatkan azab dan murka-Nya. Naudzubillah.
Harta yang diridhai Allah itulah yang kita mohonkan dan usahakan. Harta yang banyak memberikan manfaat dan kebaikan. Dengan harta kita bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan harta kita bisa berbagi menolong orang lain. Dengan harta pula kita bisa berzakat, berinfak dan bersedekah. Tanpa harta mungkin kita akan hidup dalam kesulitan dan menjadi beban orang lain.
Muqaddimah
Imam Qatadah menafsirkan, penggalan ayat tersebut merupakan susunan kalimat yang dikedepankan dan diakhirkan. Asal ayat itu kira-kira begini: maka janganlah harta dan anak-anak mereka memesonamu dalam kehidupan dunia. Sesungguhnya Allah hendak menyiksa mereka dengannya di akhirat.
Imam al-Hasan al-Basri menjelaskan, Allah menyiksa mereka karena menolak zakat dan tidak menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Hal senada juga dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Pesona Dunia
Sejak dulu harta telah memiliki daya pesona tersendiri. Apalagi zaman sekarang, siapa yang tak terpesona dengan harta. Di berbagai negara, harta bahkan menjadi simbol suatu kesuksesan. Bangsa China misalnya, memandang kesuksesan itu ada tiga: umur panjang (shio), harta yang banyak (hok) dan kekuasaan yang tinggi (lok). Bangsa Amerika memaknai kesuksesan itu sebagai: kekuatan (power), kedudukan (position) dan kekayaan (property). Sedang bangsa Indonesia banyak yang memandang kesuksesan itu ditandai dengan tiga T: harta, tahta, dan wanita.
Segala urusan jadi mudah jika banyak harta. Misalnya, gampang membeli setiap kebutuhan hidup, rumah luas dan megah, juga bisa memakai kendaraan yang mewah dan berlibur ke luar negeri. Mereka yang memiliki harta banyak bisa membeli apa pun. Bahkan jabatan, hukum dan penguasa juga bisa dibeli.
Kaya harta menjadi impian banyak orang. Yang sudah kaya saja masih ingin menambah lebih kaya lagi, apalagi yang kekurangan kadang membuat lupa diri dan nekat berbuat jahat. Semua itu karena terpesona keindahan dunia.
Dampak Dunia
Harta memang menyenangkan, tapi jangan lupa ia juga bisa menyusahkan. Betapa banyak orang yang setelah mendapat harta yang diinginkan masih saja galau. Harta yang tadinya dianggap mampu membahagiakan itu, karena tidak benar cara menggunakannya malah menyengsarakan dirinya.
Harta memang diperlukan, tetapi jika harta menjadi tujuan, maka orang akan diperbudak harta. Harta menjadi jalan kesombongan dan pelampiasan hawa nafsu, tapi bukan sebagai alat beramal saleh. Harta yang hanya untuk kesombongan dan kemewahan merupakan jalan setan. Karena itu, banyaknya harta tidak selalu identik dengan kemuliaan.
Adakalanya harta yang banyak itu membuat pemiliknya kian berat menanggung siksa. Pada saat seperti ini harta telah menjadi penyakit di hati. Pada hakikatnya harta dan anak-anak yang demikian itu bukan lagi nikmat tetapi azab.
Ada juga yang mencari harta dengan cara menyalahgunakan kekuasaan. Jumlah yang didapatkan bermiliar-miliar. Mereka yang kebagian mungkin merasa beruntung, tetapi harta dari cara yang haram itu tak bisa digunakan apa-apa kecuali berakibat keburukan. Seiring berputarnya waktu maka bau busuk pun tercium. Awalnya gembira tapi kini menjadi gelisah karena dikejar-kejar petugas (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bisa jadi, impian hidup bermewah-mewah berbalik menjadi meringkuk di balik jeruji besi.
Bagi mereka yang masih bisa berkelit jangan merasa beruntung. Sebab, jika maut menjemput justru akan menghadapi mahkamah Ilahi. Di penjara dunia orang sudah ketakutan apalagi di “penjara akhirat”. Masihkah kita di dunia yang sementara ini terpesona dengan harta kekayaan yang membawa bencana seperti itu?
Arif Memandang Dunia
Harta dunia memang tampak indah dan menyenangkan. Tetapi sekali lagi, jangan terpesona dengan dunia ini. Apalagi melihat seolah dengan harta yang banyak itu tanda bahwa hidup ini akan diridhai Allah.
Orang yang kaya harta adalah juga kehendak Allah. Tanpa kehendak-Nya usaha sekeras apa pun tak akan bisa diraihnya. Tetapi beda antara dikehendaki dan diridhai. Seorang yang dikehendaki kaya bisa diridhai dan bisa juga tidak. Tanpa ridha-Nya, harta tidak akan berkah. Banyaknya tidak memberikan kebaikan, malah yang terjadi justru keburukan bagi anak dan keluarganya. Seseorang yang kayanya mendapat ridha Allah maka hartanya akan berkah dan keluarganya pun sakinah mawaddah wa rahmah serta bermanfaat untuk banyak orang. Ia mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Tentu saja yang terakhir inilah yang kita usahakan.
Cara pandang kita tentang harta dunia harus tepat. Kita senantiasa berdoa dengan memohon bimbingan-Nya agar motivasi kaya jangan didominasi hawa nafsu. Dan, pastikan bahwa harta adalah alat untuk meraih ridha Allah. Mari menjemput rezeki-Nya dengan cara yang halal dan digunakan sebanyak-banyaknya untuk meraih ridha-Nya. Banyak atau sedikit harta yang kita miliki akan bermakna bila telah kita infakkan di jalan Allah. Bahkan, malaikat pun akan mendoakan keberkahan kepada kita.
“Tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun. Yang satu berdoa: ‘Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.’ Malaikat yang satu lagi berdoa: ‘Ya Allah, timpakan kerusakan (kemusnahan) bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya).’ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Harta yang berkah kian bertambah manfaatnya. Sebaliknya kalau kita bakhil maka harta akan kehilangan keberkahannya dan rezeki pun terasa sempit. Itulah teguran Allah supaya kembali kepada-Nya dengan bersedekah. Bila seseorang telah melanggar aturan-Nya seperti tidak berzakat namun rezeki tetap didapat dengan mudah, maka waspadalah. Jangan terpesona dan merasa aman. Boleh jadi, bertambahnya kekayaan itu akan semakin memberatkan azab dan murka-Nya. Naudzubillah.
Harta yang diridhai Allah itulah yang kita mohonkan dan usahakan. Harta yang banyak memberikan manfaat dan kebaikan. Dengan harta kita bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan harta kita bisa berbagi menolong orang lain. Dengan harta pula kita bisa berzakat, berinfak dan bersedekah. Tanpa harta mungkin kita akan hidup dalam kesulitan dan menjadi beban orang lain.
sumber khazanah islam trans 7
Artikel Terkait
Posted On : Kamis, 29 November 2012Time : November 29, 2012