Author : UnknownTidak ada komentar
Kota Pasuruan terletak ditepi pantai dan merupakan kota Bandar kuno. Pada jaman Erlangga kota ini disebut "PARAVAN" sedang pada jaman sejarah tiongkok disebut "GEMBONG".
Konon ada orang dari negeri Blambangan yang bernama kiai Gedee Menak Soepethak menjadi Raja di Pasuruan, yang kemudian digantikan oleh orang Surabaya bernama Kiai Gedee Kapulungan yang memenangkan peperangan. Demikian kejadian berikutnya Kiai Gedee Kapulungan digantikan oleh Kiai Gedee Dermoyudo dari Kartosuro, dimana dalam menjalankan Pemerintahannya wafat dan digantikan oleh anaknya yang juga bernama Dermoyudo. Kiai Gedee Dermoyudo lari ke Surabaya dan lolos dalam perang melawan Mas Pekik, serta dalam pelariannya dia wafat dan dimakamkan di pemakaman Bibis Wetan Kantor Pos Surabaya. Dengan demikian Mas Pekik menjadi Raja di Pasuruan, kemudian wafat dan digantikan oleh Onggojoyo.
Tahun 1671 – 1686
Pasuruan dibawah pemerintahan Onggo Djoyo, yang berasal dari keturunan kyai Brondong mendapat perlawanan dari untung Suropati dan kemudian kalah lalu melarikan diri ke kota Surabaya.
Tahun 1686 –1706
Pasuruan dibawah pemerintahan Djoko Untung Suropati dengan gelar Adipati Wironegoro.
Tahun 1706
Djoko Untung Suropati perang dengan VOC di Bangil dan mengalami luka - luka hingga meninggal, sampai sekarang makamnya tidak diketahui, yang ada petilasannya berupa GOA tempat persembunyiannya di pedukuhan mancilan desa Pohjentrek.
Tahun 1707
Putra Djoko Untung Suropati yang bernama Rachmad, menggantikan kedudukan ayahnya dan meneruskan perjuangan beliau sampai ke Timur dan gugur dalam pertempuran.
Tahun 1743
Darmayudo IV bernama Wongso Negoro Nitinegoro sebagai pengganti Rachmad. Sejak saat itu VOC dapat menguasai pantai utara jawa termasuk Pasuruan dan menganggap kota Pasuruan sebagai kota Bandar, sehingga perlulah dijadikan Ibukota Karesidenan dengan wilayah : Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Bangil
Tahun 1916
Karena Pasuruan dianggap kota yang penting oleh ahli-ahli Belanda, maka tanggal 1 Juli 1916 (stbl 1918 No. 320) dibentuk STADS GEMSENTE VAN PASOEROEAN
Tahun 1926
Ditetapkan pelabuhan Pasuruan dengan peta daerah pelabuhan dan peta daerah kepentingan pelabuhan (stbl. 1926 No. 512, perubahan stbl 1920 No. 426)
Tahun 1928
Ibukota Karesidenan Pasuruan dipindahkan ke Malang.
Tahun 1935
Penggabungan Kotamadya Malang, Kotamadya Pasuruan, Kotamadya Probolinggo. Karena kota Pasuruan adalah ibukota Karesidenan, maka Belanda mengadakan kegiatan dengan mendirikan pabrik-pabrik gula disekitar Pasurun (Kedawung, pengkol, pleret, dan pabrik - pabrik yang ada di Probolinggo, Sidoarjo dan Malang. Untuk Keperluan tersebut dianggap perlu adanya Balai penelitian Gula(Proofstation Van Ooc Java) yang merupakan badan penelitian tersebar dibelahan bumi bagian selatan, kini balai-balai tersebut masih berfungsi dan diberi nama BP3G (Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula)
Agar Pabrik-pabrik itu bisa lestari, maka didirikan sebuah bingkil besar ntuk merevisi pabrik gula sesudah giling dengan nama De Bromo, pada jaman merdeka diberi nama PN. Boma yang mempunyai tiga unit antara lain:
1. Unit Bhinneka.
2. Unit Turangga.
3. Unit Wahana.
Masing - masing berfungsi sebagai unit aneka ragam pekerjaan, unit yang membuat mesin dan unit yang membuat gerbang kereta api.
Tahun 1950
Kota Pasuruan dinyatakan daerah otonom yang terdiri atas 19 Desa dan Satu Kecamatan
Tahun 1982
Berdasarkan PP NO. 46 / 1982 tanggal 21 Desember 1982 Kotamadya Pasuruan dimekarkan menjadi 3 Kecamatan dengan 19 Kelurahan dan 15 Desa tambahan dari kabupaten Pasuruan
Artikel Terkait
Posted On : Selasa, 24 Januari 2017Time : Januari 24, 2017